
KuninganSatu.com,- Kilau lampu taman, air mancur yang memikat, dan arsitektur baru yang megah, tak menyisakan kesan bahwa Taman Kota Kuningan pernah menjadi kawasan biasa. Namun di balik wajah barunya yang bernilai miliaran rupiah itu, muncul fenomena sosial baru yang mulai menyedot perhatian warga.
Warga mulai bertanya-tanya, apakah taman ini dan wilayah sekitarnya mulai kehilangan fungsi idealnya sebagai ruang terbuka keluarga, dan bergeser menjadi kawasan aktivitas malam yang menyimpang?
Fenomena yang Terjadi di Malam Hari
Hampir setiap malam, terutama di akhir pekan, sejumlah individu berdandan mencolok terlihat berkumpul di sudut-sudut taman. Beberapa tampak mengenakan pakaian wanita, lengkap dengan wig, makeup tebal, dan pakaian ketat. Mereka biasanya nongkrong di sekitar area kursi beton, dekat air mancur, atau di jajaran pertokoan Siliwangi yang gemerlap dengan lampu yang kini jadi daya tarik.
Menurut pengakuan warga, para waria tersebut tak hanya sekadar nongkrong, tapi kerap menaeik perhatian pengendara yang melintas dengan berbagai aktivitasnya di sekitar Jalan Siliwangi.
“Awalnya saya kira orang biasa, tapi lama-lama kok banyak yang dandanannya nyentrik yang tentunya menarik perhatian pengendara yang melintas,” ungkap Farid, warga Kelurahan Purwawinangun, Minggu (20/4/2025).
Dokumentasi yang Beredar di Kalangan Warga
Tidak hanya sekadar cerita, sejumlah dokumentasi berupa foto dan video sudah tersebar di dunia maya melalui berbagai platform media sosial yang mereka miliki dengan nama "Endog Soang Chanel". Beberapa video pendek memperlihatkan sekelompok orang dengan ekspresi genit berdiri dan mengeluarkan kata-kata menggoda yang ditujukkan kepada nama-nama tertentu.
Video lain menunjukkan seseorang yang mengenakan pakaian perempuan dengan gesture yang gemulai berjalan bagaikan model yang tengah berjalan di atas catwalk serta masih banyak aktivitas lainnya yang menunjukkan eksitensi mereka di ruang publik. Beberapa warga menyebut fenomena ini sebagai “Taman Lawang versi Kuningan”.
Persepsi Masyarakat Terbelah
Sebagian warga menilai fenomena ini sangat mengganggu dan berpotensi merusak citra Taman Kota Kuningan.
“Sayang banget, taman sudah bagus jajaran pertokoan siliwangi juga sudah ditata sedemikian rupa modern, tapi malah kayak tempat mangkal malam jadi enggak nyaman,” ujar Dewi yang kerap kali berkunjung ke lokasi tersebut.
Namun ada pula suara yang mengingatkan agar masyarakat tidak terjebak pada stigma. Seorang pemuda yang sering nongkrong di taman mengatakan, “Selama mereka enggak ganggu dan enggak berbuat asusila, ya biarin aja. Tapi kalau udah ada niat maksiat, ya baru itu harus ditertibkan.”
Kurangnya Aktivitas Positif Malam Hari
Pengamat sosial lokal menyoroti kekosongan aktivitas komunitas pada malam hari sebagai penyebab utama perubahan wajah taman.
“Siang hingga sore, wilayah taman dan pertokoan siliwangi dikuasai anak-anak dan keluarga. Tapi malam, dibiarkan tanpa kontrol, tanpa program. Ini yang membuka ruang bagi aktivitas yang tak sesuai,” kata Yudi, salah satu pengamat di Kabupaten Kuningan.
Tanpa kegiatan komunitas, pemutaran film edukatif, pentas seni, atau kehadiran relawan keamanan, ruang publik mudah terisi oleh kelompok-kelompok marginal yang mencari tempat eksistensi bahkan eksploitasi.
Menjaga Ruang Publik Tetap Sehat
Revitalisasi Taman Kota Kuningan dan wilayah sekitarnya sejatinya adalah simbol kemajuan. Namun tanpa pengelolaan yang berkelanjutan dan pendekatan sosial yang bijak, wajah baru dari areal tersebut bisa saja berbalik menciptakan problem sosial yang lebih kompleks.
Yang dibutuhkan bukan hanya penerangan dan bangunan indah, tapi pengawasan aktif, kegiatan komunitas malam yang positif, serta edukasi dan pendekatan sosial yang manusiawi terhadap kelompok rentan.
(red)