
KuninganSatu.com,- Publik Kabupaten Kuningan kembali diguncang oleh pengungkapan anggaran yang sangat mencengangkan. Setelah viralnya dokumen yang mencatat pembelian karpet mewah senilai Rp99.511.500 untuk rumah dinas, kini terungkap lagi bahwa pemerintah daerah mengalokasikan dana sebesar Rp199.734.800 untuk pengadaan gorden, serta Rp122.322.000 untuk meubeler yang juga diperuntukan untuk rumah dinas.
Total belanja barang-barang mewah ini memunculkan banyak pertanyaan di tengah kondisi ekonomi rakyat yang belum pulih sepenuhnya. Pengeluaran fantastis untuk kebutuhan pejabat ini langsung menjadi sorotan tajam di media sosial dan percakapan warga.
Banyak pihak yang mempertanyakan mengapa anggaran daerah, yang seharusnya digunakan untuk kesejahteraan masyarakat, justru dialokasikan untuk barang-barang mewah seperti karpet, gorden, dan meubeler.
Di tengah kebutuhan dasar yang mendesak seperti perbaikan infrastruktur jalan rusak, penyediaan air bersih yang belum merata, serta peningkatan kualitas pendidikan dan kesehatan, pengadaan barang-barang mewah ini dinilai sangat tidak sensitif dan tidak proporsional.
Warga pun mulai meresahkan ketidaksesuaian antara gaung efisiensi anggaran dengan realitas yang ada. Sejak tahun 2025, Pemerintah Kabupaten Kuningan mengklaim telah mengupayakan penghematan anggaran untuk memaksimalkan pelayanan publik dan mengatasi permasalahan yang ada. Namun, dengan adanya pengadaan barang-barang ini, banyak pihak merasa bahwa anggaran justru lebih banyak diboroskan untuk memenuhi kenyamanan pribadi pejabat, daripada memperhatikan kebutuhan rakyat yang sebenarnya lebih mendesak.
“Bagaimana bisa pemerintah bicara soal efisiensi anggaran kalau kenyataannya justru membeli karpet hampir seratus juta? Ini jelas menyalahi prinsip efisiensi yang mereka canangkan,” kata Roy ketika berbincang dengan kuningansatu.com di warung kopi samping Gedung DPRD Kuningan, Jum'at (9/5/2025)
"Semua janji tentang penghematan anggaran itu sekarang hanya jadi omong kosong belaka. Ketika rakyat membutuhkan infrastruktur yang baik, mereka malah membeli barang-barang mewah untuk rumah dinas pejabat," imbuhnya.
Sindiran-sindiran terkait barang-barang mewah ini pun semakin menguat di kalangan masyarakat. Banyak yang menganggap bahwa pembelian karpet, gorden, dan meubeler yang harganya tidak masuk akal ini adalah simbol dari ketidakpedulian pemerintah terhadap rakyatnya. Sebuah ungkapan bernada sindiran bahkan mulai tersebar luas.
"Kalau karpetnya bisa terbang, mungkin gorden dan meubelernya bisa memberi solusi bagi masyarakat Kuningan yang masuk dalam kategori miskin ekstrim," kata Roy.
Beberapa warga juga mengungkapkan kekecewaannya karena pengadaan barang-barang ini terjadi di saat pemerintah daerah gencar mempromosikan program efisiensi anggaran.
"Jika benar-benar ingin efisien, kenapa harus membeli barang-barang yang tidak jelas urgensinya? Ada banyak hal yang lebih penting dan lebih mendesak yang harus didanai," ujar Nani, seorang warga yang kesehariannya beraktifitas sebagai seorang pedagang.
"Pemerintah harusnya memikirkan kepentingan rakyat dulu, bukan mempercantik rumah dinas pejabat dulu," katanya.
Tak sedikit yang mendesak agar pemerintah daerah segera memberikan penjelasan resmi terkait pengadaan barang-barang mewah ini. Warga menuntut adanya transparansi dan akuntabilitas dalam penggunaan anggaran daerah, terutama yang terkait dengan kebutuhan pejabat yang jelas tidak mendesak.
“Kami ingin pemerintah menjelaskan, apakah ini memang kebutuhan yang mendesak atau hanya untuk mempercantik kenyamanan pejabat? Jika benar-benar untuk rakyat, seharusnya dana sebesar itu bisa digunakan untuk perbaikan jalan rusak atau peningkatan fasilitas publik,” tegas Deden.
Selain itu, beberapa pihak juga menyerukan agar dilakukan audit terhadap pengadaan barang-barang tersebut.
"Kami tidak ingin ini menjadi kebiasaan buruk yang terus berlanjut. Harus ada kontrol yang ketat dan evaluasi yang jelas tentang bagaimana anggaran digunakan," ujar Andika, seorang mahasiswa yang aktif berorganisasi.
Sementara itu, di kalangan elit pemerintahan, banyak yang mencoba untuk meredakan ketegangan dengan alasan bahwa pembelian barang-barang tersebut adalah bagian dari kebutuhan standar untuk menunjang kinerja pejabat.
Namun, di tengah ekonomi yang semakin terpuruk, dan dengan maraknya keluhan warga tentang ketidakmampuan pemerintah dalam memenuhi kebutuhan dasar, alasan semacam ini seolah hanya menjadi pembenaran yang tidak meyakinkan.
Dari sini, muncul kesimpulan bahwa pengeluaran untuk barang-barang mewah ini seharusnya segera dipertanyakan lebih lanjut. Pengadaan yang terkesan boros ini menunjukkan adanya ketidakseimbangan dalam prioritas penggunaan anggaran daerah. Jika pemerintah benar-benar mengutamakan efisiensi anggaran dan kesejahteraan rakyat, maka pembelian barang-barang semacam ini jelas tidak sesuai dengan tuntutan masyarakat yang mendesak.
Warga Kabupaten Kuningan kini menanti sikap tegas dari pemerintah. Mereka berharap ada perbaikan dalam pengelolaan anggaran dan bahwa setiap kebijakan yang diambil akan lebih berpihak pada kepentingan masyarakat luas, bukan hanya untuk kenyamanan segelintir pejabat.
"Masyarakat sudah cerdas, mereka tahu mana yang lebih penting, karpet mewah atau infrastruktur yang layak," pungkas Endang dengan nada kecewa.
(red)