
KuninganSatu.com,- Polemik kenaikan tarif masuk Stadion Mashud Wisnusaputra Kuningan menjadi Rp10.000 yang menuai kontroversi, kembali mendapat sorotan tajam dari Anggota DPRD Kabupaten Kuningan Fraksi PKB, Susanto.
Menanggapi pernyataan Direktur PT. Pesona Linggajati Kuningan (PLK), Pebry Andriansyah, yang menyebut bahwa pengelolaan stadion pasca kerja sama tidak lagi tunduk pada Peraturan Daerah (Perda) Nomor 1 Tahun 2024, Susanto menyampaikan sejumlah keberatan dan meminta agar aparat penegak hukum (APH) turut mencermati dugaan pungutan liar (pungli) dalam kasus ini.
“Saya heran dengan pernyataan yang menyebut bahwa Perda tidak lagi berlaku karena sudah ada perjanjian kerja sama. Ini perlu diluruskan. Secara hukum, Perda adalah produk hukum daerah yang mengikat, baik bagi pemerintah maupun pihak ketiga yang bekerja sama dengan pemerintah,” ujar Susanto saat ditemui KuninganSatu.com, Minggu (14/5/2025).
Menurutnya, perjanjian kerja sama pemanfaatan (KSP) atas aset daerah tidak bisa serta-merta menghapus kewajiban untuk tunduk pada regulasi yang sudah ditetapkan. Ia mempertanyakan apakah dalam penyusunan perjanjian sewa kelola tersebut, Perda Nomor 1 Tahun 2024 tidak dijadikan salah satu dasar hukum.
“Kalau sampai Perda tidak dijadikan dasar dalam menyusun perjanjian, ini sangat keliru. Justru setiap perjanjian yang melibatkan aset daerah harus mengacu pada regulasi yang berlaku. Jangan sampai ada kekosongan hukum atau bahkan pelanggaran,” tegasnya.
Lebih lanjut, Susanto juga menyoroti pernyataan Pebry yang menyebut pembayaran tiket saat ini bukan lagi termasuk retribusi, melainkan biaya layanan ke pengelola. Ia menyebut pernyataan itu berbahaya dan bisa menimbulkan celah hukum dalam pengelolaan aset publik.
“Stadion itu aset milik daerah. Sekalipun dikerjasamakan, pemanfaatannya tetap harus tunduk pada pengawasan publik dan hukum daerah. Jangan sampai muncul ruang abu-abu yang mengarah pada praktik tak sesuai aturan,” ungkapnya.
Dalam kesempatan yang sama, Susanto juga meminta perhatian serius dari aparat penegak hukum atas polemik yang berkembang. Ia menilai ada indikasi pungutan liar (pungli) yang harus segera ditindaklanjuti.
“Saya minta APH jangan tutup mata. Ini sudah menyangkut dugaan pungutan di luar ketentuan yang berlaku. Masyarakat berhak mendapatkan kejelasan dan perlindungan hukum,” tegasnya.
Sebagai penutup, Susanto meminta Pemerintah Kabupaten Kuningan membuka salinan perjanjian kerja sama secara transparan kepada publik dan memastikan seluruh klausulnya sesuai dengan peraturan daerah yang berlaku.
“Kalau memang tidak ada yang dilanggar, buka saja ke publik. DPRD juga siap berdialog dalam forum resmi. Jangan sampai perbedaan pemahaman ini justru merugikan masyarakat,” pungkasnya.
(red)