Pernyataan PT. PLK Keliru Dan Menyesatkan Secara Hukum

Rabu, 14 Mei 2025, Mei 14, 2025 WIB Last Updated 2025-05-14T05:29:05Z


Oleh: Andika Ramadhan

Mahasiswa Fakultas Hukum

Universitas Kuningan


Dugaan pungutan liar (pungli) atas kenaikan tarif masuk Stadion Mashud Wisnusaputra oleh PT. Pesona Linggajati Kuningan menuai sorotan publik dan anggota DPRD.


PT. PLK berargumen bahwa tarif tersebut ditetapkan berdasarkan perjanjian kerja sama pemanfaatan (KSP) yang sah dengan Pemerintah Kabupaten Kuningan melalui Dinas Pemuda, Olahraga dan Pariwisata (Disporapar), bukan mengacu pada Perda No. 1 Tahun 2024 tentang Retribusi Daerah.


Lalu selanjutnya apakah perjanjian KSP antara PT. PLK dan Disporapar dapat mengesampingkan ketentuan dalam Peraturan Daerah terkait retribusi daerah?


Analisis Hukum yang kami lakukan bahwa Perjanjian tidak Bisa Melampaui Perda. Dalam sistem hukum Indonesia berlaku asas "lex superior derogat legi inferiori", artinya peraturan yang lebih tinggi mengesampingkan yang lebih rendah. Peraturan Daerah (Perda) sebagai produk hukum publik memiliki derajat hukum lebih tinggi daripada perjanjian perdata (privat).


Pasal 1337 KUHPerdata menyebutkan bahwa suatu perjanjian batal demi hukum apabila bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, kesusilaan, atau ketertiban umum. Maka, jika isi perjanjian mengatur tarif/pungutan yang bertentangan dengan Perda, maka klausul tersebut tidak sah dan tidak dapat diberlakukan.


Dengan demikian, pernyataan PT. PLK bahwa terdapat kesalahpahaman dalam memahami struktur kewenangan antara pengelola dan regulasi daerah pun juga tidak tunduk secara langsung pada Perda adalah keliru dan menyesatkan secara hukum. justru yang seharusnya dilakukan adalah klausul perjanjian yang seharusnya mengikuti Peraturan Daerah (Perda) bukan sebaliknya.


Kesepakatan Tidak Menghalalkan Pelanggaran Peraturan. Karena meskipun PT. PLK dan Disporapar telah menyepakati perjanjian pengelolaan, kesepakatan tersebut tidak dapat digunakan sebagai dasar untuk mengabaikan atau melanggar ketentuan Perda. Jika tarif atau pungutan yang ditetapkan tidak sesuai dengan Perda, maka Perjanjian tersebut dapat dinyatakan cacat hukum atau batal demi hukum. Pihak yang memungut dapat dikenai sanksi administratif, bahkan pidana apabila terbukti merugikan masyarakat atau negara.



Dalih Tidak Mengetahui Perda Bukan Alasan yang Dibenarkan. PT. PLK menyatakan belum menerima salinan Perda No. 1 Tahun 2024. Namun faktanya, Perda tersebut telah dipublikasikan dan dapat diakses secara terbuka melalui situs JDIH Kabupaten Kuningan (jdih.kuningankab.go.id).


Dalam prinsip hukum, “fictie hukum” berlaku: setiap orang dianggap tahu hukum begitu hukum itu diundangkan. Ketidaktahuan terhadap keberadaan Perda bukan alasan pembenar atas pelanggaran.


Penetapan tarif masuk Stadion Mashud Wisnusaputra sebesar Rp10.000 oleh PT. PLK yang tidak merujuk pada Perda No. 1 Tahun 2024 merupakan tindakan yang tidak berdasar hukum.


Perjanjian KSP tidak dapat dijadikan dasar untuk mengabaikan aturan retribusi yang ditetapkan dalam Perda. Penarikan tarif yang tidak sesuai Perda berpotensi masuk dalam kategori pungutan liar dan dapat dikenai sanksi hukum.


Kami sebagai mahasiswa yang peduli terhadap tata kelola pemerintahan daerah senantiasa berupaya memberikan perhatian, masukan, dan solusi atas berbagai persoalan yang kami yakini dapat memperbaiki sistem dan pelayanan publik di tingkat daerah


Pemerintah Kabupaten Kuningan melalui Disporapar harus segera melakukan evaluasi legalitas isi perjanjian KSP dengan PT. PLK. DPRD harus melakukan fungsi sebagaimana mestinya yaitu melakukan pengawasan agar tidak terjadi pelanggaran terhadap produk hukum daerah. PT. PLK sebaiknya menyesuaikan penarikan tarif sesuai ketentuan Perda, atau meminta klarifikasi/respons resmi dari pemerintah melalui revisi tarif yang legal secara formal.


Komentar

Tampilkan

  • Pernyataan PT. PLK Keliru Dan Menyesatkan Secara Hukum
  • 0

Terkini

Topik Populer