Jelajahi

Kategori
Best Viral Premium Blogger TemplatesPremium By Raushan Design With Shroff Templates

Iklan

Angka 13, Hari Jumat, dan Cibuntu: Mutasi yang Sarat Makna Mistis!

Redaksi
Senin, 16 Juni 2025
Last Updated 2025-06-16T03:07:07Z
Premium By Raushan Design With Shroff Templates
masukkan script iklan disini


Kedungarum, KuninganSatu.com - Pemerintah Kabupaten Kuningan melaksanakan pelantikan dan rotasi terhadap 13 pejabat eselon II pada Jumat, 13 Juni 2025.

Di permukaan, peristiwa ini tampak sebagai agenda administratif rutin. Namun, pelaksanaannya memuat unsur yang tak lazim karena dilakukan pada satu-satunya Jumat tanggal 13 di sepanjang tahun 2025, dengan jumlah pejabat 13 orang, serta digelar di Desa Cibuntu.

Kombinasi tersebut menimbulkan beragam tafsir, terlebih di kalangan masyarakat yang masih memegang kearifan lokal. Jumat tanggal 13 dalam tradisi Barat dikenal sebagai Friday the 13th, sebuah simbol hari sial yang penuh aura ketidakberuntungan. Kepercayaan ini telah mendunia dan masih dipercaya secara luas, termasuk oleh sebagian masyarakat Indonesia.

Pemerhati budaya Kuningan, Rokhim Wahyono, menilai peristiwa ini sebagai momentum yang menyimpan makna simbolik dan spiritual yang kuat. Ia menegaskan, pelantikan yang dilakukan pada hari dan tanggal tersebut, dengan jumlah pejabat yang sama dengan tanggal, bukan sekadar kebetulan.

“Angka 13 adalah angka ganjil yang dalam banyak kepercayaan dianggap membawa ketidakseimbangan. Ia sulit dibagi merata, dan dalam spiritualitas, hal itu sering dikaitkan dengan energi yang tidak stabil,” ujar Rokhim, Minggu (15/6/2025).

Ia juga menyoroti pelaksanaan pelantikan pada hari Jumat, yang dalam kosmologi Nusantara dikenal sebagai hari ketika batas antara dunia nyata dan dunia gaib menjadi lebih tipis.

“Dalam tradisi lokal, Jumat adalah hari yang sakral. Jika dipadukan dengan angka 13, maka resonansi spiritualnya bisa sangat tinggi. Ini bisa membawa perubahan besar jika dipersiapkan dengan baik secara batin. Namun jika tidak, bisa juga memicu gangguan tak kasatmata,” tuturnya.

Rokhim menekankan, dalam banyak budaya di Nusantara, keputusan besar seperti pelantikan pejabat biasanya mempertimbangkan unsur waktu dan energi semesta. Menurutnya, pelantikan yang digelar pada Jumat tanggal 13, apalagi hanya terjadi satu kali dalam setahun, seharusnya ditinjau tidak hanya dari sisi teknis birokrasi, tetapi juga secara spiritual.

Namun, tidak berhenti sampai di situ. Pelantikan kali ini dilakukan di tempat yang tidak biasa, yakni Desa Cibuntu, Kecamatan Pasawahan.

“Di sinilah titik paling menarik dari semua simbol yang hadir,” kata Rokhim.

“Cibuntu bukan sekadar nama tempat. Dalam bahasa Sunda, ‘ci’ berarti air atau sumber, sedangkan ‘buntu’ berarti ujung, mentok, atau tidak ada jalan lagi," imbuhnya.

Jika dimaknai secara simbolik, pelantikan di tempat bernama Cibuntu yang secara harfiah berarti “sumber yang terputus” atau “aliran yang berhenti” dapat ditafsirkan sebagai pernyataan penutupan dari sebuah siklus.

“Jika pelantikan ini dimaksudkan sebagai awal baru, maka secara spiritual dan simbolik, tempat ini justru menyiratkan sebuah akhir. Di sinilah pentingnya membaca tanda-tanda alam dan simbol tempat. Jangan sampai semangat perubahan justru terhambat karena pemilihan tempat dan waktu yang tidak selaras,” jelasnya.

Desa Cibuntu sendiri dikenal sebagai kawasan adat yang masih memegang teguh nilai-nilai kearifan lokal. Terletak di lereng Gunung Ciremai, desa ini diyakini sebagai salah satu wilayah yang menyimpan kekuatan spiritual alam. Tidak sedikit masyarakat sekitar yang mempercayai bahwa Cibuntu merupakan gerbang energi alam yang dijaga oleh kekuatan leluhur.

“Biasanya, jika ada hajatan besar di desa seperti ini, dilakukan permisi adat. Karena tempat semacam Cibuntu bukan hanya soal geografi, tapi juga soal energi. Jika tidak ada harmonisasi batin, maka potensi ketidakseimbangan bisa muncul, bukan dalam bentuk bencana, tapi dalam bentuk arah kebijakan yang membingungkan,” ucap Rokhim.

Ia menyarankan agar langkah ini dibaca tidak secara negatif, tetapi secara bijak. Pelantikan di tempat dan waktu yang sarat simbol dapat dimaknai sebagai bentuk peralihan besar. Namun demikian, perlu disadari bahwa simbol juga mengandung pesan, dan pesan itu bisa berdampak luas jika tidak dimaknai secara arif.

“Semesta selalu memberi tanda. Waktu, tempat, dan jumlah yang sama-sama ‘13’ bukan sekadar angka, tapi sinyal. Kita bisa memilih untuk membaca dan menghormatinya, atau mengabaikannya. Tapi satu hal yang pasti bahwa dalam dunia yang tidak kasatmata, tidak ada yang benar-benar kebetulan,” tutup Rokhim.


(red)


iklan
Komentar
komentar yang tampil sepenuhnya tanggung jawab komentator seperti yang diatur UU ITE
  • Stars Rally to Beat Predators in Winter Classic at Cotton Bowl