Opini, KuninganSatu.com - Gonjang-ganjing internal Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) Kabupaten Kuningan terus menjadi sorotan publik, pasca pengunduran diri Ketua Umum M. Ridho Suganda. Situasi ini memunculkan tanda tanya besar, tak hanya di kalangan insan olahraga, tapi juga masyarakat umum yang mengikuti perkembangan polemik yang belum juga tuntas.
Sayangnya, diskursus yang berkembang lebih banyak berfokus pada sosok-sosok yang dianggap pantas menduduki kursi ketua umum, ketimbang membedah persoalan mendasar yang akan dihadapi KONI ke depan. Hal ini dinilai menjadi alasan mengapa tidak banyak pihak yang benar-benar bersedia maju sebagai calon ketua umum.
Salah satu suara kritis datang dari Agit, S.Pd., pengurus cabang olahraga Wushu sekaligus praktisi beladiri Wing Chun dan Kungfu. Ia menyampaikan pandangannya secara terbuka terkait kondisi terkini KONI.
“Nama-nama yang beredar di media belum tentu berminat. Masalahnya kompleks. Kalau kita bedah satu per satu, banyak hal yang perlu dipertimbangkan,” ujarnya, Selasa (10/6/2025).
Agit menyebut, pengunduran diri Ridho Suganda justru memunculkan beban baru, salah satunya terkait pembentukan pelaksana tugas (Plt) yang harus melaksanakan Musyawarah Olahraga Kabupaten Luar Biasa (Musorkablub). Proses ini memerlukan biaya besar yang sebelumnya tidak dianggarkan.
“Anggaran Musorkablub bisa mencapai Rp150 juta. Pembinaan untuk 36 cabang olahraga, kalau masing-masing mendapat Rp20 juta saja, totalnya sudah Rp720 juta. Untuk persiapan babak kualifikasi hingga Desember, katakan 20 cabor dikalikan Rp30 juta, itu Rp600 juta. Dalam satu bulan saja, kebutuhan bisa tembus Rp1,47 miliar,” ungkapnya.
Ia menambahkan, angka tersebut belum mencakup pembayaran hak atlet berprestasi yang sebelumnya sempat menimbulkan polemik hingga ke Bupati. Termasuk juga operasional KONI hingga akhir tahun, serta kontrak dan stimulan untuk atlet yang lolos babak kualifikasi (BK).
“Kalau ditotal, bisa habis sampai Rp2 miliar,” katanya.
Agit juga menyinggung bahwa kondisi keuangan pemerintah, baik di daerah maupun pusat, sedang tidak sehat. Oleh karena itu, ia menilai, dibutuhkan sosok "superman" yang bisa menjadi penyelamat, bukan menambah beban.
“Calon ketua umum juga harus punya chemistry dengan Bupati. Jadi sebaiknya urusan ini diserahkan saja ke tim sukses dan Bupati. Mereka pasti sudah tahu siapa saja calonnya. Saya pun siap maju, tapi tanpa restu Bupati, tidak akan jadi,” tegasnya.
Ia menekankan bahwa KONI memerlukan pemimpin yang mampu secara finansial dan politis.
“Kalau si N, T, atau H maju dengan membawa cek siap cair untuk Plt KONI dan meringankan beban Bupati, masalah bisa selesai. Tapi kalau datang tanpa ‘koper’, jangan harap bisa selesaikan persoalan. Justru bisa bikin ribut dan cabor gagal ikut babak kualifikasi,” pungkas Agit.
(red)