Laporan keuangan yang semestinya menjadi cermin transparansi dan akuntabilitas keuangan daerah, justru menyisakan tanda tanya besar di Kabupaten Kuningan. Berdasarkan data resmi dari Sistem Informasi Keuangan Daerah (SIKD), ditemukan keanehan mencolok dalam laporan realisasi APBD Tahun Anggaran 2025. Realisasi anggaran yang semestinya bersifat kumulatif, malah mengalami penurunan drastis dalam kurun waktu 10 hari.
Penelusuran terhadap dua data, yakni per tanggal 3 Juni dan 13 Juni 2025, menunjukkan adanya anomali yang tidak bisa dijelaskan secara teknis maupun logis. Jika pada 3 Juni total realisasi pendapatan daerah tercatat mencapai Rp1,309 triliun (44,42%), maka 10 hari berselang justru melorot menjadi Rp669,77 miliar (22,72%). Penurunan lebih dari 600 miliar rupiah ini tak hanya mengusik nalar, tapi juga menantang asas akuntansi dan pengelolaan keuangan publik.
Hal yang sama terjadi pada pos Belanja Daerah, dari sebelumnya Rp1,259 triliun (42,39%) menjadi Rp638,09 miliar (21,47%). Seharusnya, tidak ada ruang bagi angka realisasi untuk mundur, karena seluruh sistem keuangan pemerintah menggunakan basis akrual maka semua pendapatan dan belanja yang telah terjadi akan terus diakumulasi, bukan dikurangi.
Ini Bukan Salah Input Biasa
Apakah ini sekadar kesalahan input data? Jika iya, mengapa bisa merata di hampir semua pos pendapatan dan belanja? Dan mengapa tidak ada klarifikasi resmi dari instansi terkait?
Rinciannya pun memperkuat dugaan adanya kejanggalan besar. Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang sebelumnya tercatat Rp77,69 miliar (16,14%) merosot menjadi Rp48,18 miliar (10,01%). Pos Retribusi Daerah dan Lain-lain PAD yang Sah, yang sudah mencatat realisasi, tiba-tiba menyusut angkanya. Begitu pula dengan Transfer dari Pemerintah Pusat yang terjun bebas lebih dari Rp600 miliar hanya dalam 10 hari.
Begitu pula dengan Belanja Daerah, belanja pegawai turun Rp461 miliar, belanja barang dan jasa susut hampir setengahnya, dan belanja lainnya, termasuk hibah dan bantuan keuangan, juga dikurangi hingga separuh. Bahkan sampai pertengahan Juni, data menunjukkan belum ada satu pun realisasi pada pos pembiayaan daerah, baik penerimaan maupun pengeluaran.
Sinyal Bahaya Integritas Data Keuangan
Kondisi ini menyimpan potensi bahaya besar. Jika kesalahan ini disengaja atau bagian dari praktik manipulatif, maka kita tengah menyaksikan keruntuhan sistem keuangan daerah dari dalam. Dan jika hanya dianggap kelalaian teknis, maka profesionalisme pengelolaan anggaran di Pemkab Kuningan patut dipertanyakan.
Sebagai warga Kuningan dan bagian dari masyarakat yang membayar pajak, kita berhak menuntut transparansi penuh. Data realisasi APBD bukan milik pejabat, tapi milik publik.
Tidak cukup hanya diam. Pemerintah Daerah, dalam hal ini Bupati dan Sekda, harus segera memberikan penjelasan resmi kepada publik. DPRD sebagai lembaga pengawas wajib membentuk tim khusus atau bahkan Panitia Khusus (Pansus) untuk menyelidiki kejanggalan ini.
Jika ini dibiarkan, maka kepercayaan publik terhadap integritas pengelolaan keuangan daerah akan semakin tergerus. Dan jangan salah, kepercayaan yang runtuh tidak akan mudah dibangun kembali.
Oleh: Redaksi KuninganSatu.com
"Suara Nurani Masyarakat Daerah, Mengawal Akuntabilitas Publik"