masukkan script iklan disini
Cigugur, KuninganSatu.com - Pimpinan Cabang Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (PC IMM) Kuningan menyatakan sikap tegas menolak dan mengecam tindakan amoral berupa perceraian sepihak yang dilakukan oleh salah satu anggota DPRD. Bagi IMM Kuningan, tindakan tersebut merupakan bentuk nyata pelecehan terhadap perempuan sekaligus penyalahgunaan kekuasaan oleh wakil rakyat yang seharusnya menjunjung tinggi etika publik.
Kepala Bidang Hikmah PC IMM Kuningan, Roy Aldilah, menilai bahwa perceraian semena-mena itu tidak hanya mencoreng nama baik lembaga legislatif, tetapi juga melecehkan harkat dan martabat perempuan yang seharusnya dilindungi dalam negara hukum.
“Kami menilai tindakan ini sebagai bentuk pelecehan terhadap perempuan. Ini bukan soal hubungan pribadi semata, tapi cerminan dari mentalitas penguasa yang arogan dan tak berempati. Perempuan bukan objek kekuasaan, apalagi korban egoisme pejabat publik,” tegas Roy dalam pernyataannya, Sabtu (14/6/2025).
Roy menyebutkan, peristiwa tersebut membuka mata publik tentang masih lemahnya perlindungan terhadap hak-hak perempuan, bahkan oleh pihak yang memiliki kekuasaan politik.
“Sebagai wakil rakyat, seharusnya ia menjadi teladan dalam menjunjung keadilan dan menghormati martabat perempuan. Tapi apa yang terjadi justru sebaliknya kekuasaan digunakan untuk mempermalukan dan menyingkirkan perempuan tanpa penghormatan pada proses hukum dan rasa kemanusiaan,” imbuhnya.
IMM Kuningan memandang insiden ini sebagai pelecehan berlapis baik terhadap perempuan sebagai individu, maupun terhadap institusi DPRD yang seharusnya dijaga integritas dan kehormatannya.
“Tindakan seperti ini tidak bisa dibiarkan. Ini bukan hanya melukai perasaan seorang istri, tapi juga mencederai nilai-nilai demokrasi dan keadaban. Perempuan berhak atas keadilan, perlindungan, dan rasa aman, bahkan di dalam rumah tangga sekalipun,” tegas Roy.
Sebagai bentuk komitmen terhadap perjuangan hak-hak perempuan, PC IMM Kuningan telah melayangkan laporan resmi kepada Badan Kehormatan Dewan (BKD). Mereka mendesak agar BKD bertindak tegas dengan membuka penyelidikan, mengumumkan hasilnya secara terbuka, dan memberikan sanksi setimpal kepada oknum tersebut.
“Kami ingin menegaskan bahwa ini bukan isu domestik, ini isu moral dan etika publik. Kami meminta BKD tidak tinggal diam, segera ambil langkah hukum dan etis. Jika tidak, ini akan menjadi preseden buruk bagi perlindungan perempuan di lingkungan kekuasaan,” katanya.
IMM juga menuntut adanya reformasi budaya dalam parlemen, termasuk pembentukan mekanisme khusus untuk mencegah dan menangani penyalahgunaan kekuasaan yang berpotensi merugikan perempuan.
“Kami ingin demokrasi yang berkeadaban, di mana perempuan tidak lagi menjadi korban dari struktur kekuasaan yang patriarkis dan tak peduli pada nilai-nilai kemanusiaan. Ini saatnya negara hadir untuk perempuan,” tegas Roy.
IMM Kuningan berharap kasus ini menjadi momentum penting bagi lembaga negara untuk melakukan introspeksi dan perbaikan, agar kejadian serupa tidak terulang dan perempuan mendapatkan perlindungan yang layak di ruang publik maupun privat.
(red)