Sebagai mahasiswa, kita punya kewajiban untuk bersuara terhadap ideologi asing yang merusak nilai bangsa. Saat ini, kita bukan sekadar menghadapi isu sosial, tapi serangan ideologis yang mencoba merusak tatanan keluarga, pendidikan, dan arah peradaban Indonesia. Ini bukan persoalan membenci individu, tapi menyelamatkan generasi.
Demokrasi Butuh Batasan Moral
Demokrasi Indonesia tidak berdiri di ruang hampa. Pasal 28J UUD 1945 dengan jelas menyatakan bahwa kebebasan tidak boleh mengabaikan moral, agama, dan ketertiban umum. Maka, kebebasan berekspresi yang menabrak nilai-nilai itu bukanlah hak mutlak, melainkan penyimpangan yang harus dicegah.
Pendidikan dan Keluarga Jadi Sasaran Ideologi
Kasus anak sekolah dasar yang menunjukkan perilaku menyimpang dan justru ditertawakan guru adalah alarm bahaya. Ini bukan kasus biasa. Media sosial dan rasa takut dianggap “anti-HAM” membuat para pendidik diam. Akibatnya, pendidikan kehilangan peran sebagai benteng moral.
Keluarga pun ikut diserang lewat narasi yang mencoba mengubah makna kodrat dan struktur keluarga. Semua ini bukan sekadar wacana ini serangan langsung terhadap dasar sosial bangsa.
Data yang Tak Bisa Diabaikan
Laporan UNAIDS 2022 menyebutkan mayoritas penularan HIV/AIDS di Indonesia berasal dari hubungan sesama jenis pria. Data dari JAMA Psychiatry 2021 juga menunjukkan tingginya angka depresi dan bunuh diri dalam kelompok ini. Ini bukan soal kebencian, tapi soal fakta kesehatan masyarakat. Yang dibutuhkan adalah edukasi, bukan afirmasi buta.
Meluruskan Dalih Salah Kaprah
”Ini hak asasi manusia!” Hak di Indonesia punya batas: moral, agama, dan ketertiban. Tidak absolut.
“Ini bentuk cinta!” Cinta tidak boleh jadi alasan membenarkan penyimpangan yang merusak keluarga dan moral.
Pancasila: Penegasan Nilai, Bukan Pengesahan Penyimpangan
Sila 1 : Semua agama menolak penyimpangan moral dan seksual.
Sila 2 : Melindungi generasi adalah bentuk keadilan dan peradaban.
Sila 5 : Keadilan sosial harus melindungi anak bangsa dari kehancuran moral.
Ketika Citra Menipu: Waspadai Kamuflase Ideologi
Banyak Kasus yayasan yang menyalahgunakan nama Islam untuk melakukan pelecehan seksual pada anak laki-laki maupun perempuan menunjukkan bahwa ideologi ini mampu menyusup dengan bungkus “pendidikan” atau “psikososial”. Ini harus jadi pelajaran: jangan terkecoh oleh label, nilai dan dampaknya yang harus kita nilai.
Negara Harus Hadir dan Bertanggung Jawab Pemerintah tidak boleh diam:
Kemendikbudristek : Susun panduan pendidikan karakter.
Kemensos : Sediakan layanan rehabilitasi berbasis nilai.
Kemenag : Perkuat pendidikan moral dan pengawasan lembaga keagamaan.
Kominfo : Tindak tegas konten yang merusak nilai bangsa.
Solusi: Bimbingan, Bukan Pengucilan
Kami tidak ingin mengucilkan individu, tapi membimbing mereka yang ingin kembali pada fitrahnya:
konseling berbasis nilai agama.
Pemulihan karakter profesional.
Pendampingan rohani.
Dukungan keluarga dan komunitas.
Jika kita belum bisa menyembuhkan semuanya, kita harus menjaga generasi berikutnya agar tidak terpapar ideologi yang salah.
Pernyataan Sikap IMM KUNINGAN
Kami menolak normalisasi penyimpangan sebagai gaya hidup.
Kami mengecam pembiaran sistemik oleh negara.
Kami mendukung bimbingan, bukan pengucilan.
Kami berdiri di atas konstitusi dan Pancasila, demi masa depan bangsa.
Saatnya Berani Bicara
Ini bukan sekadar isu sosial. Ini pertarungan ideologis. Diam berarti mengizinkan kerusakan. Kita harus memilih untuk bersuara karena cinta pada bangsa lebih besar dari tren sesaat. Dan tugas kita sebagai mahasiswa adalah meluruskan yang menyimpang demi bangsa yang bermartabat.
Ditulis oleh: IMM Kuningan