Linggarjati, KuninganSatu.com - Nama Maria Ulfah Santoso tidak hanya tercatat sebagai perempuan pertama yang menjadi Menteri Sosial Republik Indonesia, tetapi juga sebagai figur penting yang turut mengukir sejarah diplomasi Indonesia melalui keterlibatannya dalam Perundingan Linggarjati. Meski lahir di Serang, Banten, keterkaitan Maria Ulfah dengan Kabupaten Kuningan, Jawa Barat, begitu kuat melalui jejak sang ayah, Mohammad Achmad, yang menjabat sebagai Bupati Kuningan selama lebih dari 16 tahun.
Kedekatan emosional Maria Ulfah dengan Kuningan inilah yang kemudian berperan dalam salah satu keputusan diplomatik penting yakni usulannya agar Perundingan Linggarjati digelar di Desa Linggarjati, Kuningan, karena dianggap strategis dan aman dari konflik bersenjata saat itu.
Perempuan Pelopor di Tengah Arus Perjuangan
Maria Ulfah lahir pada 18 Agustus 1911 di Serang dan tumbuh dalam lingkungan keluarga bangsawan. Di usia yang masih sangat muda, ia menorehkan prestasi sebagai perempuan Indonesia pertama yang memperoleh gelar Meester in de Rechten (Sarjana Hukum) dari Universitas Leiden, Belanda, pada tahun 1933. Saat kembali ke tanah air, ia langsung aktif dalam gerakan emansipasi perempuan serta mengajar di sekolah Muhammadiyah di Batavia (Jakarta).
Perjuangannya tak berhenti di bidang pendidikan. Pada 1935, Maria Ulfah terjun ke Kongres Perempuan Indonesia dan ikut mendirikan biro bantuan hukum gratis bagi perempuan yang terlibat dalam persoalan rumah tangga dan perkawinan. Semangatnya untuk keadilan sosial sudah terpancar bahkan sebelum Republik Indonesia merdeka.
Diangkat sebagai Menteri Sosial pada Usia 35 Tahun
Pada Maret 1946, Presiden Soekarno menunjuk Maria Ulfah sebagai Menteri Sosial dalam Kabinet Sjahrir II. Penunjukan ini menjadikannya perempuan pertama yang masuk dalam jajaran kabinet pemerintahan Indonesia. Dalam jabatan tersebut, ia menangani berbagai isu kemanusiaan pasca-proklamasi, termasuk pengurusan pengungsi dan tawanan perang, serta perintisan sistem jaminan sosial bagi rakyat.
Maria juga terlibat aktif dalam penyusunan kebijakan yang menjadi cikal bakal pembentukan Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi. Keberadaannya di kementerian menjadi bukti penting bahwa perempuan Indonesia telah terlibat dalam urusan kenegaraan sejak awal kemerdekaan.
Peran Strategis dalam Perundingan Linggarjati
Namun, salah satu kontribusi monumental Maria Ulfah yang paling lekat dengan Kuningan adalah peranannya dalam menentukan lokasi Perundingan Linggarjati antara pemerintah Indonesia dan Belanda. Ia menyarankan tempat tersebut karena mengenal wilayahnya dengan baik, terutama setelah masa kecilnya banyak dihabiskan di sana ketika ayahnya masih menjabat Bupati Kuningan. Usulan itu diterima, dan sejarah mencatat Linggarjati sebagai lokasi negosiasi penting yang mengakui kedaulatan Indonesia de facto atas Jawa, Sumatra, dan Madura.
Warisan Perjuangan dan Pengakuan Negara
Seusai masa jabatannya sebagai Menteri Sosial, Maria Ulfah tetap aktif dalam urusan publik. Ia pernah menjabat sebagai anggota Dewan Pertimbangan Agung dan memimpin Kongres Wanita Indonesia (Kowani). Ia juga berperan dalam penetapan 22 Desember sebagai Hari Ibu Nasional.
Atas jasanya, Maria Ulfah dianugerahi berbagai penghargaan oleh negara, termasuk Satya Lencana Karya Satya dan Bintang Mahaputera Utama. Ia wafat pada 19 April 1988 dalam usia 76 tahun dan dikenang sebagai ikon perjuangan perempuan Indonesia.
(red)