masukkan script iklan disini
Di tepi jalan antara Cigugur dan Palutungan, tepat di samping Markas Koramil 1515 Cigugur, berdiri sebuah bangunan tua yang menarik perhatian siapa pun yang melintas. Bentuknya menyerupai mausoleum, sebuah makam megah bergaya Eropa, lengkap dengan kubah dan ornamen artistik yang kini telah usang dimakan waktu.
Banyak orang menyebut situs ini sebagai Makam van Beck, dan berbagai spekulasi pun bermunculan. Sosok "van Beck" diduga seorang perwira tinggi kolonial Belanda, bahkan disebut-sebut sebagai jenderal. Namun, hasil penelusuran terbaru justru mengungkapkan fakta sebaliknya.
Bukan van Beck, Tapi van Beek
Nama sebenarnya bukan van Beck, melainkan Hendrik Albertus van Beek, sebagaimana tercatat dalam literatur Belanda dan temuan dari kanal YouTube Cirebon Heritage. Hal ini diperkuat oleh hasil penelusuran pada situs Imexbo.nl dan dokumentasi surat kabar lawas Algemeen Handelsblad yang terbit pada 8 Juli 1921.
Dalam surat kabar tersebut, disebutkan bahwa H.A. van Beek adalah seorang arsitek di lembaga Burgerlijke Openbare Werken (B.O.W.), setara dengan Departemen Pekerjaan Umum Sipil masa kolonial. Ia bukan seorang militer, melainkan profesional sipil yang merancang bangunan bergaya megah ini.
Van Beek lahir di Den Haag pada 6 Februari 1878 dan wafat di kota yang sama pada 19 Oktober 1953. Ia menikah dua kali, pertama dengan Adolphine Schultz di Bandung (1907), saat menjabat sebagai Supervisor di Kuningan, dan kedua dengan Caroline Pechler, setelah tahun 1923.
Mausoleum Gaya Italia di Tjigoegoer
Koran Algemeen Handelsblad menyebut, van Beek menghabiskan waktu sekitar satu tahun untuk membangun monumen megah bergaya makam Eropa di "Tjigoegoer" (Cigugur). Gaya arsitekturnya mengingatkan pada mausoleum di Italia, namun dengan perbedaan mencolok: jika di Eropa banyak menggunakan marmer, maka monumen ini dibuat dari beton bertulang.
Disebutkan pula bahwa jenazah istri dan anak arsitek akan dipindahkan ke mausoleum tersebut, dengan ruang yang cukup luas di dalamnya untuk beberapa pengunjung berdiri. Namun, dari catatan kematian yang ditemukan di situs Imexbo, van Beek sendiri tidak dimakamkan di sana.
Jejak yang Tersisa
Literatur menyebutkan bahwa dulunya terdapat sekitar 24 makam di area tersebut. Namun, saat kunjungan lapangan pada 13 Juni 2025, hanya ditemukan lima makam yang masih terlihat. Tidak jelas apakah jenazah pernah benar-benar disemayamkan di dalam mausoleum itu, atau apakah tempat itu pernah dijarah dan dirusak.
Kini, bangunan yang dulunya dirancang sebagai tempat peristirahatan terakhir bagi keluarga van Beek justru menjadi misteri tak terpecahkan. Terabaikan di antara lalu lintas Cigugur-Palutungan, monumen itu tetap berdiri sunyi, anggun, dan menyisakan banyak pertanyaan.
Sejarah memang tidak pernah kehilangan daya tariknya. Dan di Kuningan, kisah sebuah bangunan tua bisa membawa kita menyusuri jejak masa lalu yang terlupakan.
Editor: Imam Royani
Penulis: Diella Dachlan
Foto: Diella Dachlan, Bimo Tedjokusumo