masukkan script iklan disini
Cigugur, KuninganSatu.com - Momen haru menyelimuti Paseban Tri Panca Tunggal, Kabupaten Kuningan, saat prosesi 40 hari wafatnya Rama Pangeran Djatikusumah berlangsung, Sabtu (21/6/2025). Sebuah ulos khas Batak menjadi simbol duka, penghormatan, sekaligus pemulihan batin.
Komisioner Komnas Perempuan, Veryanto Sitohang, hadir bersama para komisioner lainnya yakni Maria, Dhea, dan Kang Dasuk untuk menyerahkan ulos kepada keluarga almarhum. Ulos tersebut ditenun khusus oleh Doris Pardede di Balige, Sumatera Utara.
“Awalnya penenunan diperkirakan selesai dua pekan. Tapi saya memohon agar bisa dipercepat, karena ulos ini akan dibawa ke Seren Taun di Kuningan. Syukur, dalam tujuh hari selesai. Semesta mendukung,” ungkap Veryanto.
Ia menyebut ulos bukan sekadar kain tradisional, melainkan simbol kasih, doa, dan penghormatan. Saat prosesi mangulosi berlangsung, suasana penuh haru tak terelakkan. Air mata tumpah, kata-kata pun tercekat.
“Ulos adalah pelukan budaya. Dalam momen kehilangan, ia jadi peluruh duka dan pemulih semangat. Kami sampaikan kepada Ambu dan anak-anak Rama dengan penuh cinta,” katanya.
Perpaduan ulos dari Tanah Batak dengan budaya Sunda di Paseban disebut Veryanto sebagai jembatan rasa. Sebuah jalan pulang menuju akar budaya yang dirawat Rama Djatikusumah semasa hidupnya.
“Nilai-nilai yang diwariskan tidak akan hilang. Justru harus terus dijaga oleh keluarga dan masyarakat yang mencintai Indonesia dalam keberagamannya,” ujarnya.
Ia berharap, keluarga yang ditinggalkan diberi kekuatan untuk melanjutkan perjuangan budaya yang telah dirintis Rama.
“Air mata ini bukan hanya tanda kehilangan. Tapi tanda bahwa cinta itu hidup dan akan terus mengalir,” tutupnya.
(red)