Dugaan Skandal Anggota DPRD Kembali Mencuat: Legislator Tak Tahu Malu?

Kamis, 22 Mei 2025, Mei 22, 2025 WIB Last Updated 2025-05-22T04:55:20Z


KuninganSatu.com,- Masyarakat Kabupaten Kuningan tengah diguncang peristiwa memalukan dan mencoreng marwah lembaga legislatif, ketika salah satu anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD), Toto Tohari yang sekaligus menjabat sebagai Plt. Ketua DPC Gerindra Kabupaten Kuningan diduga kuat menghamili seorang wanita yang bukan istrinya dan tentunya di luar ikatan pernikahan. 


Lebih parahnya lagi, alih-alih menunjukkan tanggung jawab sebagai pejabat publik, sang legislator justru menanggapi persoalan ini dengan santai dan mengklaim bahwa masalah telah selesai secara kekeluargaan, dengan dalih telah "mengutus istri untuk menyelesaikan persoalan".


Ustadz M. Ade Supriyadi, seorang mualaf, aktivis sosial, dan pengasuh Muallaf Ikhlas Madani Indonesia (MUKMIN), menyuarakan kemarahannya secara terbuka.


"Saya ini mualaf yang sedang belajar agama dan kehidupan yang benar dari para wakil rakyat. Tapi yang saya saksikan justru perilaku menjijikkan, amoral, dan di luar nalar. Anda ini digaji dari uang rakyat. Perbuatan Anda ini bukan sekadar pelanggaran moral pribadi, tapi juga pelanggaran terhadap kode etik publik, hukum negara, dan nilai-nilai agama,” tegas Ade dalam wawancara khusus bersama kuningansatu.com, Kamis (22/5/2025).


Ade menegaskan, seorang pejabat publik tidak lagi memiliki ruang privasi yang sama dengan warga sipil biasa. Tindakan amoral seperti ini bukan hanya melukai nilai-nilai sosial dan agama, tetapi juga mencederai konstitusi etik negara.


Dari segi norma sosial, tindakan menghamili wanita di luar nikah merupakan bentuk penghinaan terhadap tatanan budaya dan nilai-nilai keluarga.


"Masyarakat Kuningan yang religius dan menjunjung tinggi etika pergaulan, tentu merasa dilecehkan dengan sikap arogan sang legislator yang menganggap persoalan ini selesai hanya dengan "diselesaikan secara kekeluargaan," tegas Ustadz Ade.


Dari sudut agama, menurut Ustadz Ade perbuatan ini jelas masuk dalam kategori zina, yang dalam ajaran Islam merupakan dosa besar. Terlebih lagi jika pelakunya adalah seorang pemimpin atau wakil rakyat yang seharusnya menjadi teladan, bukan sumber kerusakan moral.


Ade juga mengingatkan, Gerindra sebagai partai politik yang menaungi sang anggota dewan tidak bisa tinggal diam apalagi menutup mata.


Dalam banyak AD/ART partai, jelas disebutkan bahwa setiap kader harus menjunjung tinggi moral, etika, dan tidak boleh melakukan tindakan yang mencoreng nama baik partai dan institusi. Perbuatan ini jelas menciderai amanat tersebut.


Sementara dalam Kode Etik DPRD, terutama yang diatur dalam Peraturan DPRD maupun Tata Tertib, anggota dewan dituntut menjaga nama baik lembaga, menjaga martabat, dan tidak melakukan tindakan yang bertentangan dengan hukum, moral, dan norma agama, tegas Ade.


Sebagai pejabat publik, ia juga terindikasi kuat melanggar Kode Etik Pejabat Negara, yang menekankan perlunya integritas, kejujuran, dan tanggung jawab dalam menjalankan tugas serta kehidupan pribadi yang tidak mencederai kepercayaan publik.


“Saya pernah laporkan dugaan politik uang yang dilakukan orang ini saat pemilu legislatif, bahkan sempat turun aksi di KPU. Tapi sampai dia dilantik, tak pernah ada penyelesaian yang transparan. Sekarang malah mencoreng lagi dengan tindakan tak bermoral, dan masih bisa duduk santai di kursi dewan seolah tidak terjadi apa-apa. Ini penghinaan bagi rakyat Kuningan," kecam Ade.


Menurutnya, jika perilaku dan cara berpikir pejabat publik seperti ini dibenarkan, maka kehancuran institusi negara tinggal menunggu waktu.


“Kalau semua persoalan dibungkus dengan kata ‘kekeluargaan’, maka undang-undang dan etika tidak ada artinya lagi,” ujar Ade geram.


Masyarakat Kuningan, terutama elemen-elemen sipil dan tokoh agama, harus mulai menyuarakan desakan agar yang bersangkutan dinonaktifkan sementara dari jabatan dewan, hingga proses etik diselesaikan. Tidak cukup hanya minta maaf atau mengutus istri. Ini soal tanggung jawab publik dan integritas lembaga.


Jika DPRD Kuningan ingin tetap dihormati rakyatnya, maka tidak ada pilihan lain: tanpa harus menunggu pelaporan BK seharusnya bisa segera memproses pelanggaran etiknya, buka ruang investigasi publik, dan bawa persoalan ini ke ranah hukum jika ada unsur pelanggaran pidana.


“Kami, rakyat Kuningan, tidak butuh wakil yang ahli bersilat lidah. Kami butuh pemimpin yang tahu malu, tahu etika, dan takut pada Tuhan,” pungkas Ade Supriyadi dengan nada geram.


Ade berjanji ia dan teman-teman elemen lainnya dipastikan akan mengawal setiap pelanggaran etika pejabat publik, termasuk yang sudah mengemuka ke publik tetapi seolah tenggelam dan selesai.


(red)

Komentar

Tampilkan

  • Dugaan Skandal Anggota DPRD Kembali Mencuat: Legislator Tak Tahu Malu?
  • 0

Terkini

Topik Populer