
Bupati Kuningan Dian Rachmat Yanuar dan Wakilnya Tuti Andriani sudah menjabat hampir 3 bulan sejak mereka dilantik pada tanggal 20 Februari 2025 di Istana Negara oleh Presiden Prabowo Subianto.
Proses pergantian kekuasaan melalui media Pilkada yang sudah dilalui bukan tujuan akhir. Tujuan utama dari proses tersebut adalah harapan besar terciptanya masyarakat Kuningan yang adil, makmur dan sejahtera yang digantungkan kepada mereka berdua serta menghasilkan pemerintahan yang berintegritas.
Seiring dengan tagline besar yaitu Kuningan Melesat yang digagas oleh pasangan Dian - Tuti semestinya kabar yang muncul ke permukaan adalah prestasi atau capaian kinerja mereka dalam masa yang dikenal dengan tuntutan aksi nyata dalam 100 hari kerja yang menjadi tuntutan masyarakat.
Selain kinerja yang sudah dilaksanakan dalam waktu 100 hari ternyata muncul juga deviasi atau penyelewengan yang terjadi dan malah membuat capaian yang sudah dilaksanakan seperti tidak ada artinya. Yaitu terkait efektifitas dalam penggunaan dana APBD Kuningan yang masih belum efisien dan banyak terjadi pemborosan. Padahal kita ketahui bersama sumber dana APBD didapat salah satunya dari pembayaran pajak yang dipungut dari keringat masyarakat.
Ironisnya meskipun kondisi masyarakat Kuningan saat ini sedang serba kekurangan, malah dilakukan pengadaan Drone (Pesawat Tanpa Awak) oleh Bagian Pembangunan Pemda Kuningan tanpa didasari dengan alasan yang kuat untuk apa sampai harus membeli alat seperti itu. Sedangkan kebutuhan masyarakat yang mendesak hari ini adalah persoalan tentang bagaimana pemerintah daerah menangani kemiskinan ekstrem, penanggulangan pengangguran terbuka, menggenjot daya beli masyarakat yang lemah, rusaknya infrastruktur dan urusan wajib lainnya yang semestinya lebih diutamakan. Apalagi didapati informasi dalam pengadaannya mereka melakukan proses belanja langsung tanpa melalui mekanisme pengadaan barang / jasa. Sehingga menjadi pertanyaan besar urgensinya apa Pemda Kuningan sampai harus melakukan pengadaan Drone seperti keadaan sedang berperang saja.
Jangan sampai kebijakan dalam penggunaan APBD Kuningan dilakukan dengan seenaknya. Harus dicermati bahwa APBD Kuningan bukan milik Bupati, Sekda, Asda atau para Kepala SKPD akan tetapi milik publik yang harus terbuka pengelolaannya dan terasa manfaatnya bagi seluruh masyarakat. Kita harus belajar terhadap kebijakan salah kaprah yang pernah diambil oleh pemerintah Kabupaten Kuningan pada masa lalu sehingga menimbulkan dampak terjadinya Gagal Bayar berkepanjangan dalam APBD dari tahun 2022 sampai dengan 2025 sekarang yang masih berlangsung. Dimana para pejabat pemilik kewenangan anggaran dari pihak eksekutif terlalu ceroboh dalam mengambil kebijakan ditambah lagi fungsi pengawasan DPRD Kuningannya nya mandul seperti macan ompong.
Merujuk pada Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 4 Tahun 2007 tentang Pedoman Umum, Formulasi, Implementasi, Evaluasi Kinerja dan Revisi Kebijakan Publik di lingkungan lembaga pemerintah pusat dan daerah maka kebijakan publik adalah keputusan yang dibuat oleh pemerintah atau lembaga pemerintah untuk mengatasi permasalahan tertentu, untuk melakukan kegiatan tertentu atau untuk mencapai tujuan tertentu yang berkenaan dengan kepentingan dan manfaat bagi orang banyak. Inti kebijakan adalah keputusan.
Pengambilan kebijakan harus dilakukan secara terbuka, transparan dan berasas kepada kepentingan masyarakat. Kebijakan harus memperhatikan kepentingan publik bukan kepentingan kelompok. Apabila keputusannya salah pemerintah daerah Kabupaten Kuningan tidak perlu malu melakukan revisi atau evaluasi terhadap kebijakan yang telah diambil.
Setiap kebijakan adalah merupakan keputusan atau sikap resmi pemerintah. Untuk mengukur kualitas keputusan seorang pemimpin dapat dilihat dari caranya dalam mengambil sebuah kebijakan. Apakah berpihak kepada keadilan, kesejahteraan, norma yang berlaku atau hanya untuk kepentingan sekelompok orang atau golongan. Terkait sebuah kebijakan yang salah dalam pengambilan keputusan maka pemerintah harus merevisi kebijakan tersebut dalam bentuk evaluasi kebijakan dan diganti dengan kebijakan yang sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Kebijakan yang diambil atas sebuah keputusan dapat di evaluasi. Kebijakan bisa dianggap benar jika membuahkan hal yang positif. Sebaliknya kebijakan dianggap salah jika membuahkan hasil yang tidak diharapkan dan cenderung merugikan. Contohnya adalah pada saat diambil sebuah kebijakan terdapat perilaku koruptif. Perilaku koruptif yang dimaksud adalah perilaku yang dapat memberikan keuntungan bagi pribadinya sendiri, orang lain atau korporasi dari pengambil kebijakan serta dari orang yang diberi kewenangan dalam menduduki satu jabatan. Hal ini patut dicermati oleh para penegak hukum. Pengambil kebijakan tidak kebal hukum.
Jangan sampai kedepan masih ada masalah gagal bayar, kasus stunting dan kemiskinan ekstrem. Itu tidak akan terjadi jika tata kelola keuangan daerah sesuai dengan perencanaan. Kabupaten Kuningan memiliki potensi besar untuk makmur apabila dikelola dengan benar.
Saatnya Kabupaten Kuningan berubah menjadi lebih baik dari sebelumnya. Jangan sampai para pejabat Kuningan mengambil kebijakan seperti sedang menembak di atas kuda.
Editor: roy@ni