
KuninganSatu.com,- Tahun 2018 seharusnya menjadi tonggak kemajuan infrastruktur di Kelurahan Cigugur, Kabupaten Kuningan, berkat realisasi Program Kota Tanpa Kumuh (Kotaku).
Dengan total anggaran mencapai Rp1.303.264.000, empat proyek pembangunan yang terfokus pada perbaikan sarana jalan dan drainase serta pembangunan TPSS (Tempat Pembuangan Sampah Sementara) bertujuan untuk meningkatkan kualitas lingkungan dan pelayanan publik.
Namun, meski sebagian besar proyek telah selesai dilaksanakan, muncul keprihatinan yang mendalam terkait pengelolaan dan pemeliharaan hasil dari proyek tersebut, terutama terkait TPSS yang kini terbengkalai dan tidak berfungsi dengan semestinya.
"Sudah lama juga terbengkalai, bahkan dari pas selesai juga beroperasi cuma sebentar," ujar salah satu warga ketika ditemui kuningansatu.com, Sabtu (3/5/2025).
Berdasarkan laporan keuangan dan realisasi anggaran, proyek-proyek tersebut meliputi pembangunan jalan rabat beton, labur aspal, drainase, serta pembangunan TPSS. Adapun empat proyek tersebut melibatkan dua sumber dana: APBN dan swadaya masyarakat.
Proyek pertama adalah pembangunan jalan rabat beton, labur aspal, dan drainase di RT.014 RW.005 dengan anggaran Rp273.196.000 yang bersumber dari APBN Rp220.848.000 dan swadaya masyarakat Rp52.348.000.
Proyek kedua, pembangunan jalan rabat beton, labur aspal, dan drainase RT.005, 007 RW.002 dengan anggaran Rp217.231.000, di mana APBN menyumbang Rp175.529.000 dan swadaya Rp41.702.000.
Proyek ketiga adalah pembangunan jalan rabat beton, labur aspal, dan drainase RT.033 RW.007 dengan anggaran Rp161.837.000 yang bersumber dari APBN Rp130.767.000 dan swadaya Rp31.070.000. Proyek terakhir, yaitu pembangunan TPSS di RT.033 RW.007, menyerap anggaran terbesar sebesar Rp651.521.000 dengan kontribusi APBN sebesar Rp526.034.000 dan swadaya masyarakat Rp125.487.000.
Dari keempat proyek tersebut, pembangunan TPSS menyerap anggaran terbesar, menunjukkan bahwa pengelolaan sampah menjadi fokus utama dalam upaya meningkatkan kualitas lingkungan permukiman.
Namun, kondisi terkini justru menciptakan tanda tanya besar di kalangan masyarakat. Keberadaan TPSS yang kini terbengkalai menjadi sorotan. Menurut informasi yang dihimpun, bangunan TPSS tersebut tidak berfungsi sebagaimana mestinya.
Bahkan, terdapat kabar bahwa bangunan TPSS tersebut dikontrakkan ke pihak lain, sementara 2 dari 3 kendaraan operasional roda tiga yang semestinya digunakan untuk pengelolaan sampah, diduga telah digunakan untuk kepentingan pribadi.
Lebih lanjut, peralatan pengolahan sampah seperti mesin pencacah juga tidak ditemukan di lokasi. Keberadaan alat tersebut seharusnya menjadi bagian integral dalam pengelolaan sampah, namun kini diduga hilang tanpa jejak.
Agus selaku Ketua BKM ketika dikonfirmasi kuningansatu.com beberapa waktu lalu dengan keras membantah tudingan bahwa TPSS telah dikontrakkan dan alat-alat yang dimaksud masih ada namun tidak lagi digunakan karena berbagai keterbatasan.
Menurutnya, TPSS sempat menghadapi kendala teknis, namun pihaknya berkomitmen untuk mengaktifkan kembali fasilitas tersebut sesuai dengan tujuan awal Program Kotaku.
Agus menegaskan bahwa dalam waktu dekat, TPSS akan berfungsi kembali untuk pengelolaan sampah yang melibatkan partisipasi masyarakat.
Sementara itu, Ketua LPM Cigugur, Aang, yang turut terlibat dalam beberapa upaya perbaikan, mengakui bahwa masalah ini sudah berlangsung lama. Aang bahkan mengungkapkan bahwa dirinya pernah menginisiasi pertemuan antara BKM dan KSM untuk membahas isu tersebut, namun pertemuan tersebut tidak membuahkan hasil karena hanya dihadiri oleh sedikit orang.
"Kami akan mencoba untuk mengatasi permasalahan ini secara terbuka dan melibatkan semua pihak, mulai dari BKM, KSM, kelurahan, hingga masyarakat," ujar Aang.
Isu utama yang muncul terkait dengan terbengkalainya TPSS ini adalah rendahnya pengawasan terhadap program yang telah dilaksanakan. Program Kotaku yang diluncurkan untuk mengatasi masalah permukiman kumuh dan meningkatkan kualitas hidup masyarakat seharusnya melibatkan partisipasi aktif warga dan pengawasan yang ketat.
Namun, terbengkalainya TPSS dan potensi penyalahgunaan fasilitas menunjukkan adanya kekurangan dalam pengelolaan pasca-proyek. Selain itu, masalah transparansi penggunaan dana dan pengelolaan fasilitas juga menjadi sorotan, karena tidak ada informasi mengenai dugaan hilangnya peralatan pengolahan sampah yang dibeli dengan dana APBN.
Masyarakat kini menunggu tindakan konkret dari semua pihak terkait untuk menghidupkan kembali TPSS dan memastikan bahwa fasilitas tersebut berfungsi sebagaimana mestinya.
Tidak hanya sekadar bangunan fisik, namun juga penting untuk memastikan bahwa peralatan dan sistem pengelolaan sampah berjalan dengan efisien, mengingat potensi manfaat yang besar bagi masyarakat.
Komitmen dan pengawasan yang lebih ketat dari pemerintah, BKM, dan pihak terkait lainnya akan menjadi kunci keberlanjutan program Kotaku ini.
"Jika masalah ini dapat diselesaikan dengan baik, diharapkan TPSS bisa kembali menjadi sarana pengelolaan sampah yang efektif dan efisien di Kelurahan Cigugur," ujar warga lainnya.
(red)