Bimbingan dan Konseling (BK) kerap kali diidentikkan dengan penyelesaian masalah perilaku atau gangguan emosional, terutama pada jenjang pendidikan menengah. Padahal, kebutuhan akan layanan ini sejatinya sudah hadir sejak masa kanak-kanak. Di tingkat Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD), layanan BK bahkan menjadi pondasi penting dalam menanamkan nilai-nilai dasar kepribadian dan membentuk karakter anak secara holistik.
Pengalaman observasi yang dilakukan oleh kami, delapan mahasiswi Program Studi PG-PAUD Universitas Muhammadiyah Kuningan di TK Aisyiyah I Kuningan pada tanggal 2 Juni 2025 mengungkap banyak hal menarik. Lembaga ini menunjukkan bahwa strategi sinergi dan kolaborasi antara guru, orang tua, serta tenaga profesional dapat menghasilkan pendekatan BK yang tidak hanya reaktif, tetapi juga proaktif dan edukatif.
Pendidikan Karakter Dimulai dari Kolaborasi
TK Aisyiyah I Kuningan, yang berlokasi di Jln. Ahmad Yani No. 72, Kabupaten Kuningan, dikenal sebagai lembaga PAUD swasta berbasis keislaman yang memiliki visi mulia dalam membentuk anak yang berkarakter, cerdas, mandiri, dan berwawasan kebhinekaan. Menariknya, pendekatan BK yang diterapkan di sekolah ini tidak terbatas untuk anak yang mengalami masalah, melainkan dirancang untuk semua peserta didik.
Hal ini merupakan langkah maju. BK tidak lagi dipahami sebagai "pemadam kebakaran" untuk masalah perilaku, tetapi sebagai proses pendampingan psikologis dan sosial yang berkelanjutan. Artinya, setiap anak tanpa terkecuali memiliki hak untuk tumbuh dalam lingkungan yang memfasilitasi pertumbuhan emosional, sosial, dan kognitif mereka.
Strategi Kolaboratif yang Terbukti Efektif
Dari hasil wawancara dan pengamatan di lapangan, beberapa strategi kolaboratif dalam layanan BK di TK Aisyiyah I Kuningan patut menjadi contoh:
Program BK Menyeluruh: Melibatkan kepala sekolah, guru kelas, guru pendamping, serta orang tua dalam menyusun rencana layanan BK agar berlaku untuk semua anak, bukan hanya yang bermasalah.
Asesmen Berkala: Observasi perilaku bulanan oleh guru dan asesmen psikologis tahunan oleh lembaga mitra, yakni Grahita, membantu dalam pemetaan perkembangan anak.
Komunikasi Intensif: Pertemuan berkala antara guru dan orang tua digunakan untuk berbagi informasi perkembangan anak dan menyamakan persepsi.
Pelatihan Guru: Guru mendapatkan pelatihan untuk memahami pendekatan konseling dasar, mengenali gejala gangguan perilaku, dan memperkuat keterampilan empati.
Intervensi Terstruktur: Anak dengan hambatan perkembangan, seperti ADHD, mendapatkan intervensi yang terencana, kolaboratif, dan melibatkan orang tua serta psikolog.
Contoh praktik nyatanya, seorang anak yang menunjukkan gejala hiperaktivitas (ADHD) mendapatkan asesmen, lalu ditindaklanjuti dengan program individualisasi yang dirancang bersama oleh guru, psikolog, dan orang tua. Hasilnya, anak tersebut menunjukkan peningkatan signifikan dalam kemampuan sosial dan akademiknya.
Tantangan yang Perlu Disiasati
Meski demikian, pelaksanaan BK di TK tentu tidak luput dari tantangan. Hambatan komunikasi antara sekolah dan orang tua masih kerap muncul, terutama jika orang tua memiliki kesibukan tinggi atau kurang memahami pentingnya peran mereka dalam layanan BK.
Selain itu, masih ada guru yang belum sepenuhnya terlatih dalam teknik konseling atau pengamatan perilaku anak. Persepsi lama bahwa BK hanya untuk anak "bermasalah" juga menjadi kendala tersendiri. Maka dari itu, edukasi berkelanjutan kepada orang tua dan pelatihan rutin bagi guru menjadi hal yang sangat penting untuk menjaga efektivitas layanan ini.
Menuju Pendidikan Anak yang Lebih Holistik
Pengalaman dari TK Aisyiyah I Kuningan memberi pesan penting: bimbingan dan konseling bukanlah “pelengkap” dalam sistem pendidikan anak usia dini, melainkan komponen inti dalam menciptakan lingkungan belajar yang sehat dan suportif.
Jika layanan BK dilaksanakan dengan pendekatan sinergis dan kolaboratif, sekolah tidak hanya akan mampu mendeteksi masalah lebih dini, tetapi juga lebih siap dalam membentuk generasi yang tangguh secara mental dan emosional.
Maka, sudah saatnya kita berhenti menganggap BK sebagai ‘rem darurat’. Justru sebaliknya, layanan ini harus menjadi ‘kendali utama’ dalam mendampingi anak melangkah menuju masa depan yang lebih baik. Dengan kolaborasi yang kuat antara guru, orang tua, dan tenaga profesional, pendidikan karakter dan kesejahteraan psikologis anak dapat dibangun sejak dini tepat dari taman kanak-kanak.
Ditulis oleh: Linda Septiana
Mahasiswa PG-PAUD Semester 6 Universitas Muhammadiyah Kuningan