Bupati Batalkan Hasil Open Bidding?, Uha: Penunjukkan Kadisdik Kuningan Sebagai Sekda Dinilai Berisiko
KuninganSatu.com - Ketua LSM Frontal Uha Juhana, kembali menanggapi isu mengejutkan perihal keputusan Bupati Kuningan, Dr. H. Dian Rachmat Yanuar, yang diduga memilih jalur manajemen talenta dalam penunjukan Sekretaris Daerah (Sekda) definitif, alih-alih melalui proses open bidding atau seleksi terbuka sebagaimana lazimnya dilakukan.
Menurut Uha, dirinya sempat mendapatkan informasi bahwa surat dari Menteri Dalam Negeri (Mendagri) terkait permohonan open bidding Sekda dari Bupati Kuningan sudah turun sejak pekan lalu. Namun, Bupati justru memutuskan menunjuk Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Kuningan, U. Kusmana, sebagai Sekda definitif dan direncanakan akan dilantik dalam waktu dekat sebelum pelaksanaan mutasi besar-besaran pejabat Eselon II, III, dan IV.
"Kami menilai keputusan ini sarat kepentingan, apalagi sosok yang ditunjuk diduga sedang berada dalam pusaran masalah kepegawaian dan dugaan adanya pelanggaran tindak pidana. Ini bukan hanya keputusan keliru, tapi bisa menjerumuskan institusi pemerintahan ke dalam persoalan hukum yang serius," ujar Uha kepada awak media, Jumat (26/7/2025).
Ia mengungkapkan berdasarkan informasi yang ia terima bahwa U. Kusmana sebelumnya telah diperiksa oleh Tim Pengawasan dan Pengendalian (Wasdal) dari Badan Kepegawaian Negara (BKN) pusat. Pemeriksaan tersebut diduga dilakukan atas dasar laporan masyarakat mengenai dugaan kasus pelanggaran disiplin berat kepegawaian oleh beberapa oknum ASN di lingkungan pemerintahan Kabupaten Kuningan.
“Informasi yang saya dapat bahwa hasil dari pemeriksaan tersebut merekomendasikan pembatalan kenaikan pangkat luar biasa (KPLB) untuk U. Kusmana. Dalam aturan, seseorang yang menerima kenaikan pangkat khusus tidak boleh memiliki catatan pelanggaran disiplin berat, apalagi yang menyangkut aspek hukum,” tegasnya.
Lebih jauh, Uha juga mengingatkan bahwa langkah pengangkatan Sekda ini bisa memunculkan persoalan hukum lainnya. Pertama, munculnya potensi gugatan sengketa kepada Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) oleh pihak-pihak yang merasa dirugikan oleh kebijakan Bupati Kuningan yang membatalkan hasil proses open bidding.
Kedua, adanya dugaan tindak pidana korupsi dalam penggunaan dana APBD sebesar Rp 400 juta untuk proses open bidding yang kini menjadi mubazir dan dipastikan akan segera diperiksa oleh aparat penegak hukum (APH).
“Rp 400 juta itu uang rakyat. Kalau tidak jadi digunakan untuk open bidding, sementara prosesnya sudah berjalan dan sekarang dibatalkan begitu saja, itu artinya ada potensi kerugian negara yang harus dipertanggungjawabkan secara hukum,” ungkapnya.
Tak hanya itu, Uha juga menyoroti fakta bahwa dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Perubahan Tahun Anggaran 2025, tidak ada alokasi anggaran untuk kembali melakukan open bidding Sekda. Ia menilai ini sebagai bentuk pengabaian terhadap prinsip transparansi dan akuntabilitas dalam manajemen jabatan tinggi pratama.
“Kami meminta agar aparat penegak hukum, baik Kejaksaan Negeri maupun Kepolisian Resor Kuningan, segera melakukan penyelidikan terhadap seluruh proses ini. Jangan sampai ada pembiaran atas dugaan pelanggaran yang bisa mencoreng integritas dan profesionalisme birokrasi di Kabupaten Kuningan,” pungkas Uha.
LSM Frontal menegaskan komitmennya untuk terus mengawal proses ini agar tidak menyimpang dari koridor hukum dan tata kelola pemerintahan yang baik. Pihaknya juga tengah menyiapkan laporan resmi untuk disampaikan kepada instansi terkait, termasuk Badan Kepegawaian Negara (BKN), Ombudsman RI, dan KPK.
(roy)