Skandal Guru dan Siswi, Alumni: Mencoreng Nama Baik Sekolah!
KuninganSatu.com - Kasus dugaan hubungan tak pantas antara seorang oknum guru SMA Negeri 3 Kuningan dan siswi didiknya memantik kemarahan berbagai kalangan. Salah satu suara paling lantang datang dari Otong, Ketua Ormas Raja Edan, yang juga merupakan alumnus angkatan 2009 SMA Negeri 3 Kuningan. Ia menyebut insiden ini sebagai tamparan keras terhadap dunia pendidikan dan harga diri institusi sekolah.
Otong tidak main-main. Dalam pernyataan resminya, ia menyebut bahwa pelaku telah mencoreng nama baik sekolah, menghancurkan integritas profesi guru, dan menyisakan trauma bagi dunia pendidikan. Ia menilai bahwa tindakan oknum tersebut bukan sekadar pelanggaran etika, melainkan bentuk pengkhianatan terhadap amanah publik yang diberikan kepada seorang pendidik.
“Kami para alumni malu dan geram. SMA 3 itu bukan sekolah ecek-ecek. Kami dibentuk dengan kedisiplinan dan nilai moral, tapi sekarang citra itu dihancurkan oleh kelakuan bejat seorang guru yang haus kuasa dan nafsu,” ujar Otong kepada KuninganSatu.com, Selasa (29/7/2025).
Lebih lanjut, Otong menegaskan bahwa ini bukan sekadar kasus hubungan personal. Menurutnya, ini adalah kasus sistemik yang menunjukkan adanya kebobrokan dalam pengawasan dan pembinaan tenaga pendidik. Ia mendesak agar pelaku tidak hanya diberi sanksi administratif, tetapi juga diproses hukum secara terbuka dan tuntas.
Pihak Sekolah Dinilai Tertutup, Otong Sebut Ada Bau Busuk ‘Cuci Tangan’
Sikap sekolah yang mengklaim bahwa persoalan telah ditangani secara internal mendapat kritikan tajam dari Otong. Menurutnya, pernyataan semacam itu hanya memperkuat dugaan bahwa ada upaya sistematis untuk mengaburkan fakta dan meredam kasus. Ia menyebutnya sebagai bentuk arogansi birokrasi pendidikan yang lebih mementingkan citra daripada keadilan.
“Kalau sudah ditangani secara internal, tunjukkan! Prosedurnya apa? Hukumannya apa? Kenapa publik tidak diberi penjelasan? Jangan bicara prosedur kalau yang dibela justru pelaku,” ucap Otong dengan nada tajam.
Otong juga menyebut bahwa sikap ‘dingin’ dari pihak sekolah bisa menjadi preseden buruk bagi lembaga pendidikan lain. Jika tindakan bejat dibiarkan hanya dengan sanksi administratif tertutup, maka kepercayaan masyarakat terhadap lembaga pendidikan akan hancur sepenuhnya. Ia mengingatkan bahwa pendidikan bukan hanya soal pelajaran, tapi juga soal moral dan perlindungan siswa.
Ia bahkan menyebut kemungkinan ada ‘main bersih di dalam’ alias kompromi diam-diam antara pelaku dan pihak sekolah, demi menjaga nama lembaga. “Kalau ini benar, maka SMA 3 bukan lagi lembaga pendidikan, tapi jadi kuburan nilai,” katanya.
Ultimatum Otong: “Jika Polisi dan Dinas Diam, Kami Turun ke Jalan!”
Sebagai Ketua Ormas Raja Edan, Otong tak hanya berhenti pada pernyataan. Ia mengultimatum aparat penegak hukum dan Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat untuk segera bertindak. Menurutnya, jika dalam waktu dekat tidak ada langkah konkret, pihaknya siap menggerakkan massa untuk turun ke sekolah maupun kantor dinas.
“Kami beri waktu. Kalau dalam beberapa hari ini tidak ada penyelidikan terbuka, pemanggilan saksi, atau pemeriksaan internal yang transparan, kami yang akan bergerak. Raja Edan akan turun,” tegasnya.
Otong juga menegaskan bahwa pihaknya siap mengawal kasus ini sampai ke meja hijau. Ia bahkan membuka posko aduan di markas Ormas Raja Edan bagi siapa pun yang memiliki informasi tambahan terkait dugaan pelanggaran lain di lingkungan sekolah. Ini, menurutnya, bukan sekadar reaksi emosional, tapi bentuk tanggung jawab moral terhadap generasi muda.
Tak hanya polisi, Otong juga mendesak Gubernur Jawa Barat untuk tidak tutup mata.
“Pak KDM, ini sekolah di bawah naungan provinsi. Jangan biarkan simbol pendidikan Jabar jadi panggung kekuasaan predator seksual berseragam guru,” katanya.
Menurut Otong, ketegasan negara akan diuji dalam kasus ini. Jika hukum hanya menjadi pelengkap administrasi, maka rakyat akan turun sendiri menegakkan keadilan.
“Kami siap jadi bagian dari perlawanan terhadap sistem pendidikan yang mati rasa!” serunya penuh semangat.
Pendidikan Dalam Bahaya, Moral Guru Dipertanyakan
Lebih dari sekadar reaksi kemarahan, Otong menilai bahwa kasus ini membuka tabir gelap lemahnya pengawasan terhadap relasi guru dan murid. Dalam banyak kasus, posisi guru yang dianggap superior seringkali membuat siswa tidak berdaya ketika terjadi penyimpangan. Di sinilah negara harus hadir, bukan hanya dengan aturan, tetapi dengan keberanian menindak.
“Guru itu harus jadi contoh, bukan jadi ancaman. Kalau ada yang menyalahgunakan posisi untuk memanipulasi siswa, maka dia bukan guru dia perusak masa depan,” ujar Otong tajam.
Ia menekankan bahwa saat ini publik tidak sedang menuntut kesempurnaan dari institusi pendidikan, tetapi menuntut keberanian untuk bersih-bersih.
“Kalau kita diam sekarang, percayalah akan ada korban-korban berikutnya. Dan yang paling menyakitkan, kita tahu tapi kita biarkan,” katanya.
Otong pun mengajak seluruh alumni SMA 3, baik yang di Kuningan maupun luar daerah, untuk ikut bersuara. Ia mengingatkan bahwa diamnya alumni hari ini akan jadi warisan memalukan bagi generasi berikutnya.
“Kami tidak akan berhenti. Karena kami percaya, pendidikan yang bersih dan bermartabat adalah hak semua anak bangsa. Dan siapa pun yang merusaknya, harus dilenyapkan dari sistem,” pungkasnya.
(roy)