Soroti Praktik Pungli Pengurusan SIM, Uha Juhana: Larangan Kapolri Tak Cukup?

Selasa, 20 Mei 2025, Mei 20, 2025 WIB Last Updated 2025-05-20T00:58:44Z


KuninganSaru.com,- Ketua LSM FRONTAL, Uha Juhana, Selasa (20/5/2025) menyampaikan keprihatinannya terkait masih maraknya pungutan liar (pungli) dalam proses pengurusan Surat Izin Mengemudi (SIM) di berbagai daerah di Indonesia, termasuk dugaan keterlibatan oknum aparat kepolisian.


Menurutnya, SIM (Surat Izin Mengemudi) merupakan bukti registrasi dan identifikasi yang diberikan oleh Kepolisian Republik Indonesia (Polri) kepada seseorang yang telah memenuhi persyaratan administrasi, sehat jasmani dan rohani, memahami peraturan lalu lintas, serta terampil dalam mengemudikan kendaraan bermotor.


Ia menegaskan bahwa setiap pengemudi kendaraan bermotor wajib memiliki SIM. Hal ini sebagaimana diatur dalam Pasal 18 ayat (1) UU No. 14 Tahun 1992 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, yang menyatakan bahwa setiap pengemudi kendaraan bermotor di wilayah NKRI wajib memiliki Surat Izin Mengemudi (SIM). Karena itu, SIM merupakan hal penting dan wajib dimiliki oleh setiap orang agar dapat berkendara secara legal di Indonesia.


Namun demikian, Uha menyoroti bahwa di berbagai daerah di Indonesia, mengurus dan mendapatkan SIM sangat sulit jika berurusan langsung dengan instansi terkait. Banyak masyarakat yang mengeluh karena proses pengurusan SIM menguras tenaga dan emosi, serta melewati tahapan-tahapan yang dinilainya berbelit-belit, sehingga menyusahkan masyarakat.


Ia juga menambahkan bahwa permasalahan lainnya adalah pelayanan yang tidak sesuai dengan aturan, dan keberadaan petugas yang tidak memberikan pelayanan sepenuh hati. Lebih parah lagi, oknum petugas tersebut diduga melakukan pungutan liar dengan menaikkan harga pengurusan SIM dari biaya resmi yang sudah ditetapkan oleh pemerintah.


Uha menjelaskan bahwa biaya resmi penerbitan SIM baru untuk SIM A, A Umum, B I, B I Umum, B II, dan B II Umum adalah Rp 120.000. Untuk SIM C, C I, dan C II dikenakan biaya Rp 100.000. Sementara, SIM D dan D I sebesar Rp 50.000, dan SIM Internasional sebesar Rp 250.000. Biaya perpanjangan SIM A, A Umum, B I, B I Umum, B II, dan B II Umum adalah Rp 80.000. Perpanjangan SIM C, C I, C II Rp 75.000, SIM D dan D I sebesar Rp 30.000, dan SIM Internasional sebesar Rp 225.000.


Ia mengungkapkan bahwa praktik pungutan liar bukanlah hal asing dalam birokrasi di Indonesia. Pungli bahkan dianggap marak terjadi di hampir semua instansi pelayanan publik, baik pemerintah maupun non-pemerintah. Masyarakat pun mempertanyakan bagaimana pungli bisa tetap terjadi, padahal peraturan sudah jelas melarangnya.


Lebih lanjut, Uha menuturkan bahwa pelayanan yang rumit, proses yang lama, dan praktik pungli, telah mendorong masyarakat untuk menggunakan jasa calo. Meskipun harus membayar dua hingga tiga kali lipat, masyarakat lebih memilih jasa calo karena prosesnya yang lebih cepat, yakni hanya 1–2 jam, dibanding harus mengurus langsung yang malah dianggap menyulitkan.


Ia menjelaskan bahwa praktik percaloan adalah tindakan ilegal yang merupakan bentuk kolusi. Kolusi sendiri adalah permufakatan melawan hukum antara penyelenggara negara dan pihak lain yang merugikan masyarakat atau negara. Oleh karena itu, percaloan dalam pengurusan SIM tergolong sebagai bentuk korupsi karena mengandung unsur gratifikasi.


Uha mempertanyakan mengapa praktik calo masih dapat terjadi di lingkungan instansi pemerintahan, khususnya kepolisian, padahal sudah jelas bahwa percaloan merupakan tindakan pidana. Menurutnya, hal ini terjadi karena masih kurangnya akuntabilitas, transparansi, dan tanggung jawab di dalam lingkungan instansi pemerintah. Selain itu, adanya kerja sama antara pihak luar dan oknum dalam juga membuka celah bagi praktik percaloan.


Ia menambahkan bahwa Ombudsman Republik Indonesia masih menemukan praktik maladministrasi dalam pelayanan SIM di Satuan Pelayanan Administrasi (Satpas) Polri. Hal ini, menurutnya, menunjukkan bahwa praktik pungli dan percaloan masih diberi ruang oleh oknum-oknum dalam instansi terkait.


Padahal, tegas Uha, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo telah melarang keras jajarannya, termasuk di wilayah hukum Polres Kuningan, untuk melakukan pungutan liar dalam proses pembuatan SIM. Penegasan ini tertuang dalam Surat Telegram (ST) Nomor: ST/2387/X/YAN.1.1./2022, yang menyatakan bahwa biaya penerbitan SIM harus sesuai tarif resmi yang telah ditetapkan.


Kapolri, lanjutnya, juga menekankan bahwa tidak boleh ada pungutan biaya tambahan apa pun dalam proses pelayanan SIM, karena biaya resmi sudah tercantum dalam Peraturan Pemerintah Nomor 76 Tahun 2020 tentang Jenis dan Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang berlaku di Polri.


Selain itu, Uha juga mengutip pernyataan Kapolri mengenai pemeriksaan kesehatan jasmani dan rohani calon peserta uji SIM. Pemeriksaan tersebut dilakukan di luar mekanisme penerbitan SIM dan di luar area Gedung Satpas, sehingga petugas tidak boleh menyalahgunakan pelaksanaan pemeriksaan itu untuk menarik biaya tambahan.


Karena itu, menurut Uha, sangat ironis apabila masih ditemukan praktik pungutan liar. Bahkan, ia menegaskan bahwa Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam) Polri pun sampai harus dilibatkan dalam pengawasan dan pengendalian pelaksanaan pelayanan SIM.


(red)

Komentar

Tampilkan

  • Soroti Praktik Pungli Pengurusan SIM, Uha Juhana: Larangan Kapolri Tak Cukup?
  • 0

Terkini

Topik Populer