
KuninganSatu.com,- Waduk Darma kembali menjadi pusat perhatian. Bukan karena panorama alamnya, melainkan karena keluhan yang tak terbayar secara harfiah. Selasa (20/5/2025) sejumlah subkontraktor dan vendor proyek lanjutan penataan Waduk Darma Tahap II Tahun 2022 muncul di lokasi dengan poster, wajah letih, dan satu pesan sederhana "Kami ingin dibayar."
Aksi ini dimulai pukul 08.30 WIB. Tanpa megafon, tanpa orasi teatrikal. Hanya poster bertuliskan “Bapak Aing Tulangan Matrial Kuring Can Dibayar” dan “Tulungan Warung Kuring Dianjuk.” Sebuah bentuk protes yang tak perlu dibumbui bahasa hukum, karena perut yang kosong lebih jujur dari seribu pasal.
Dipimpin H. Junaedi Jubaedi, aksi diikuti Edi Jubaedi, Romansyah, Didi Suhardiman, Suryo, dan 12 subkon lainnya. Mereka adalah para pelaksana di lapangan yang pernah mengangkat material, mengecor beton, dan membangun keindahan Waduk Darma. Kini mereka membangun harapan bahwa proyek ini bukan hanya selesai di atas kertas, tapi juga lunas di kantong.
Masalahnya, hak mereka senilai total Rp1,2 miliar belum dibayar oleh PT Unggul Sokaja, kontraktor utama proyek. Padahal, menurut mereka, Pemprov Jawa Barat sudah menunaikan kewajiban, bahkan dengan bonus denda Rp6 miliar karena keterlambatan penyelesaian proyek. Lalu ke mana uang itu mengalir? Jawabannya masih tersangkut di antara tiang-tiang proyek dan laporan keuangan yang tak pernah terbuka.
“Kami ini bukan mafia proyek, Pak. Kami cuma korban,” ungkap salah satu peserta. Ungkapan itu muncul setelah mereka menyuarakan tuntutan keenam, “Usut Tuntas Mafia Proyek Waduk Darma.” Sebuah kalimat yang tidak ditulis asal-asalan, tapi mungkin lahir dari kebingungan akan proyek yang sudah selesai, uang sudah dibayar, tapi nasi uduk masih harus ngutang.
Lucunya atau bahkan ironisnya yang ikut menagih bukan hanya tukang atau karyawan, tapi juga warung makan tempat mereka biasa makan siang. Karena itu, muncul poster paling satire hari itu “Warung Kuring Dianjuk.” Tiba-tiba saja proyek infrastruktur berubah menjadi drama sosial tingkat desa.
Surat sudah dikirim ke Gubernur Jawa Barat tertanggal 7 Mei 2025. Isinya? Bukan ancaman, bukan tuntutan hukum. Hanya permohonan agar negara turun tangan membela rakyat yang sedang memohon hak. Bukan minta bantuan, cuma minta dibayar hal yang dulu katanya paling pasti dalam proyek pemerintah.
Pukul 09.45 WIB, aksi selesai. Mereka membubarkan diri tanpa tepuk tangan, tanpa janji pejabat. Hanya dengan satu keyakinan kecil bahwa setidaknya mereka sudah bersuara. Waduk Darma kembali sunyi, tapi gema kalimat “bapak... aing can dibayar” tampaknya akan lama tenggelam dalam catatan proyek yang katanya sukses, tapi menyisakan utang kemanusiaan. Karena di negeri ini, kadang pembangunan memang lebih cepat dari keadilan.
(red)