Dibungkus Agama, Diselimuti Skandal: DPRD Kuningan Digeruduk FMPK!
Ancaran, KuninganSatu.com - Suasana Gedung DPRD Kabupaten Kuningan menghangat saat Forum Masyarakat Peduli Kemanusiaan (FMPK) Kuningan melakukan audiensi terbuka dengan jajaran legislatif dan DPRD, Senin, (2/5/2025).
Audiensi ini bukan sekadar seremonial. FMPK hadir membawa suara publik yang gerah dengan perilaku amoral sebagian anggota dewan yang bukan hanya mencoreng nama lembaga, tetapi juga melukai nurani masyarakat.
Dalam audiensi yang juga dihadiri Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kabupaten Kuningan KH. Dodo Syarif Hidayatullah, para Kepala Dinas terkait, serta Ketua Komisi III dan IV DPRD, FMPK menyampaikan sejumlah persoalan serius yang selama ini dibungkam dengan kedok keagamaan dan retorika politik.
Salah satu isu utama yang diangkat adalah praktik nikah siri manipulatif, yang digunakan untuk menutupi hubungan gelap para anggota dewan. FMPK menyoroti bagaimana hubungan tersebut kemudian “diselesaikan” dengan talak tiga begitu terungkap ke publik tanpa ada rasa tanggung jawab moral terhadap perempuan yang dirugikan atau masyarakat yang dikhianati.
Selain proses cerai kilat, FMPK juga mensinyalir adanya anggota dewan yang menjadikan nikah siri sebagai alasan saat ketahuan telah menghamili perempuan.
"Ini bukan soal legalitas nikah siri. Ini soal bagaimana agama dipermainkan, dimanipulasi untuk menutup aib. Ini kezaliman terhadap perempuan dan pelecehan terhadap nilai-nilai agama," tegas Ustadz Luqman, juru bicara FMPK.
FMPK juga mengkritik keras perilaku oknum anggota dewan yang melakukan upaya membungkam kritik publik dengan berbagai cara agar permasalahannya tersebut tidak menjadi polemik berkepanjangan.
“Rakyat Kuningan tidak butuh wakil rakyat yang pandai bersilat lidah dan bersembunyi di balik simbol agama. Kami butuh pemimpin yang amanah, jujur, dan beradab,” lanjut Luqman.
Ironisnya, hingga hari ini belum ada sanksi konkret terhadap anggota dewan yang terlibat skandal moral. Kecuali Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) yang sudah menunjukkan langkah tegas mem-PAW-kan anggotanya yang terlibat perselingkuhan, partai-partai lain terkesan abai. Diamnya partai, menurut FMPK, adalah bentuk pembiaran sistemik yang merusak integritas demokrasi lokal.
FMPK mendesak agar DPRD mengambil langkah nyata, bukan hanya mendengar. Proses etik harus dijalankan secara transparan, dan hasilnya diumumkan ke publik. Anggota dewan yang terbukti melanggar harus mundur secara terhormat. Jika tidak, DPRD wajib menggunakan kewenangannya untuk menjatuhkan sanksi.
Selain skandal moral, FMPK juga mengangkat tuntutan lain yang tak kalah penting, yaitu penegakkan Perda Miras dan Mihol yang selama ini hanya jadi teks mati, tangkap dan adili bandar obat terlarang sampai ke akar, cabut izin rentenir berkedok koperasi, yang menjerat rakyat kecil dalam lilitan utang, sweeping tempat kos mesum yang merusak generasi muda, serta bawa pelaku LGBT ke barak militer untuk pembinaan, sebagai langkah penertiban sosial.
Tuntutan ini mencerminkan keresahan masyarakat akan semakin longgarnya norma publik dan lemahnya penegakan hukum di tingkat lokal.
FMPK menegaskan bahwa mereka akan terus mengawal isu ini hingga ada tindakan nyata, bukan hanya janji politik. Lembaga ini juga menyerukan kepada masyarakat untuk lebih cerdas dalam memilih pemimpin.
“Jangan pilih pemimpin karena jubah, tapi karena adab dan integritasnya. Jangan tertipu lagi dengan simbol agama tanpa akhlak. Kami tegaskan bahwa perjuangan kami bukan untuk menjatuhkan personal, melainkan untuk memulihkan marwah lembaga legislatif sebagai representasi rakyat yang bersih, jujur, dan bermartabat," pungkas juru bicara FMPK, Ustadz Luqman Maulana.
Menanggapi kritik, harapan dan tuntutan FMPK, Ketua DPRD Kabupaten Kuningan Nuzul Rachdi, menjelaskan bahwa pihaknya sangat terbuka dan mendukung upaya-upaya masyarakat untuk membersihkan lembaga legislatif dari perilaku-perilaku amoral anggotanya yang berujung pada pelanggaran etika, norma sosial dan agama.
"Terkait pelanggaran etika anggota dewan, siapapun dapat melaporkan dugaan pelanggaran etika ke BK. Bisa oleh sesama anggota dewan, bisa oleh Pimpinan Dewan, bisa oleh Fraksi atau Alat Kelengkapan Dewan (AKD), termasuk oleh Masyarakat Umum (warga negara, ormas, LSM atau kelompok masyarakat lainnya," jelas Nuzul.
Ketua MUI Kabupaten Kuningan, KH. Dodo Syarif Hidayatullah, dalam pernyataan penutupnya menegaskan bahwa langkah FMPK sudah tepat.
“Kita sebagai rakyat sudah tepat datang ke DPRD untuk menyampaikan aspirasi, karena DPRD harus memikirkan rakyat. Jangan DPRD justru menjadi beban pikiran rakyat. Jika kita ingin Kuningan menjadi baldatun toyyibatun wa robbun ghofur, maka tanamkan iman dan takwa dalam diri para anggota dewan,” tegasnya.
(red)