BREAKING NEWS

Dulu Rumah Seorang Pribumi, Kini Jadi Saksi Diplomasi Indonesia-Belanda


Cilimus, KuninganSatu.com - Jika kamu sedang berlibur ke Kabupaten Kuningan dan tertarik dengan sejarah Indonesia, maka Gedung Perundingan Linggarjati adalah destinasi yang wajib masuk dalam daftar kunjunganmu. Gedung bersejarah ini terletak di Desa Linggajati, Kecamatan Cilimus. Saat pertama kali tiba, kamu akan disambut oleh deretan pagar besi yang mengelilingi area seluas dua hektare ini, menandai batas dari tempat yang menjadi saksi bisu lahirnya tonggak penting dalam sejarah diplomasi Indonesia.


Di sekeliling gedung utama, suasana terasa teduh dan damai. Pepohonan rindang dan taman yang tertata rapi membuat suasana semakin sejuk. Gedung ini terdiri dari beberapa bagian seperti bangunan utama, paviliun, garasi, teras, serta satu bangunan kecil di sisi timur.


Memasuki bangunan utama, kamu akan langsung melihat papan informasi berisi naskah asli Perjanjian Linggarjati. Di bawahnya, ada sebuah miniatur yang menggambarkan suasana perundingan kala itu. Rasanya seperti dibawa kembali ke tahun 1946, saat para tokoh bangsa dan wakil dari Belanda duduk bersama di tempat ini, merumuskan masa depan Indonesia.


Nana Bolin, juru pelihara gedung, dengan ramah menjelaskan bahwa gedung ini memiliki enam kamar tidur. Setiap kamar dilengkapi dengan kasur putih, dipan kayu, wastafel, dua kursi, dan lemari besar. Foto-foto para tokoh yang pernah menempatinya pun masih tergantung rapi di dinding. Menariknya, tidak ada satu pun kamar mandi di dalam kamar. Menurut Nana, ini karena dulu orang Belanda percaya bahwa kamar mandi di dalam kamar tidur justru membuat ruangan menjadi tidak sehat.



Ruang utama gedung ini adalah pusat dari segala cerita. Di sinilah Perundingan Linggarjati berlangsung. Kursi dan meja yang digunakan masih tersusun rapi, lengkap dengan foto-foto dokumentasi yang memperlihatkan para delegasi dan wartawan asing yang meliput peristiwa bersejarah itu.


Tak jauh dari sana, ada sebuah ruangan khusus tempat Presiden Soekarno bertemu dengan penengah perundingan, Lord Killearn dari Inggris. Kursi yang mereka duduki kala itu masih ada, lengkap dengan foto saat pertemuan berlangsung. Meski hanya berada di gedung ini selama satu jam, kehadiran Soekarno sangat penting. Malam itu, beliau tidak menginap di sini, melainkan di pendopo Bupati Kuningan yang lama yang kini telah berubah menjadi taman kota.


Selama tiga hari, dari 11 hingga 13 November 1946, perundingan yang dipimpin oleh Sutan Syahrir dengan anggota seperti Moh Roem, A K Gani, dan Soesanto Tirtoprojo berhadapan dengan delegasi Belanda yang dipimpin Wim Schermerhorn. Hasilnya adalah 17 naskah penting yang salah satunya mengakui kedaulatan Indonesia secara de facto atas Jawa, Sumatra, dan Madura serta terbentuknya Negara Indonesia Serikat atau RIS.


Namun tahukah kamu bahwa sebelum menjadi tempat bersejarah, gedung ini dulunya adalah rumah seorang wanita pribumi bernama Jasitem? Ia menikah dengan pria Belanda bernama Tuan Tersana yang kemudian merenovasi rumah itu menjadi bangunan semi permanen pada 1921. Seiring waktu, gedung ini sempat menjadi hotel bernama Rustoord lalu berubah fungsi menjadi markas Jepang bahkan sempat dijadikan sekolah rakyat.


Sayangnya, setelah perundingan selesai, gedung ini sempat terlantar. Beberapa benda asli hilang atau rusak meski kini banyak yang sudah direstorasi baik replika maupun asli seperti guci, kursi, meja, dan piano.


Lalu mengapa perundingan dilangsungkan di sini? Selain karena letaknya yang aman saat itu, suasana asri di kaki Gunung Ciremai dianggap ideal. Awalnya Belanda ingin perundingan dilakukan di Jakarta. Indonesia menolak dan mengusulkan Yogyakarta, tapi Belanda pun tidak setuju. Hingga akhirnya, Maria Ulfah Menteri Sosial pertama Republik Indonesia yang berasal dari Kuningan mengusulkan tempat ini pada Presiden Soekarno.


Saat ini, Gedung Linggarjati tak hanya menyimpan kisah besar tetapi juga menjadi ruang edukatif dan rekreatif. Di bagian belakang, ada kandang rusa dan musala bagi pengunjung yang ingin beribadah. Tiket masuk pun terjangkau yaitu Rp 10.000 untuk dewasa dan Rp 5.000 untuk anak-anak dengan jam kunjungan mulai pukul 07.30 hingga 17.00 WIB.


Seperti yang diungkapkan oleh salah satu pengunjung, Saputro, suasana adem dan tenang di tempat ini membuat kunjungan terasa menyenangkan.


“Enak di sini adem. Kebetulan suka sejarah juga, jadi bisa lihat-lihat peninggalan masa lalu,” ujarnya.


Bagi kamu yang datang dari Cirebon, cukup ikuti Jalan Raya Cirebon Kuningan lalu belok ke Jalan Madirancan. Dari sana lanjut ke Jalan Aria Kemuning hingga tiba di Jalan Ciremai. Kamu akan menemukan penunjuk arah menuju Gedung Perundingan Linggarjati yang legendaris itu.


(red)

Berita Terbaru
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
Posting Komentar