Beberapa Puskesmas di Kuningan Alami Krisis Obat: Ke Mana Larinya Anggaran? Tinjauan Hukum dan Perbaikan Sistemik
KuninganSatu.com - Berdasarkan hasil observasi di sejumlah Puskesmas di Kabupaten Kuningan, Jawa Barat, terungkap adanya krisis ketersediaan obat yang sangat memprihatinkan. Banyak pasien diarahkan untuk membeli obat sendiri di apotek akibat kekosongan stok, bahkan ditemukan pula sejumlah obat yang mendekati atau sudah melewati masa kedaluwarsa. Kondisi ini menimbulkan pertanyaan serius terkait pengelolaan anggaran kesehatan dan dugaan potensi pelanggaran hukum.
Ketiadaan obat di Puskesmas merupakan pelanggaran nyata terhadap Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan, khususnya Pasal 4 yang menjamin hak setiap orang untuk memperoleh pelayanan kesehatan yang aman, bermutu, dan terjangkau. Membebankan pasien dengan biaya tambahan untuk pembelian obat di luar fasilitas kesehatan, padahal seharusnya tersedia secara gratis sesuai ketentuan layanan dasar, merupakan pelanggaran terhadap prinsip keadilan dan pemerataan layanan kesehatan.
Selain itu, temuan obat kedaluwarsa di sejumlah fasilitas layanan kesehatan menunjukkan adanya potensi pemborosan anggaran negara dan pelanggaran standar pelayanan farmasi, yang secara jelas diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 72 Tahun 2016 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas. Pembiaran obat kedaluwarsa juga berpotensi melanggar ketentuan Pasal 196 dan Pasal 197 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan, yang mengatur ketentuan pidana terkait peredaran dan penyimpanan obat yang tidak memenuhi standar keamanan, khasiat, dan mutu.
Dari sisi tata kelola anggaran, kondisi ini berpotensi menimbulkan kerugian negara dan dapat dikategorikan sebagai tindak pidana korupsi sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, jika terbukti adanya penyimpangan dalam pengadaan, distribusi, atau penyimpanan obat. Pemerintah Kabupaten Kuningan wajib bertanggung jawab penuh dalam memastikan transparansi dan akuntabilitas pengelolaan anggaran kesehatan, sesuai amanat Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara.
Situasi ini menegaskan perlunya reformasi sistemik dalam tata kelola farmasi di fasilitas pelayanan kesehatan. Perbaikan sistem penyimpanan, pencatatan, hingga distribusi obat harus dilakukan secara profesional dan sesuai standar, dengan mengacu pada Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 72 Tahun 2016 dan peraturan turunannya. Peningkatan kapasitas sumber daya manusia di bidang farmasi juga penting untuk memastikan manajemen obat yang efektif, efisien, dan akuntabel.
Krisis obat di Puskesmas Kuningan bukan sekadar masalah kesehatan, melainkan juga persoalan hukum dan tata kelola pemerintahan yang buruk. Pemerintah daerah harus segera mengambil langkah konkret untuk memulihkan kepercayaan masyarakat, sekaligus memastikan bahwa setiap rupiah anggaran kesehatan benar-benar digunakan untuk kepentingan rakyat, sesuai amanat konstitusi. Keberhasilan mengatasi masalah ini akan menjadi tolok ukur nyata komitmen pemerintah dalam memberikan pelayanan kesehatan yang bermutu, adil, dan merata bagi seluruh lapisan masyarakat.
Ditulis Oleh:
Bisyar Abdul Aziz
Bidang HPKP PK IMM FFKS, Universitas Muhammadiyah Kuningan