Jadi Juara Seleksi Sekda, Tapi Ditempatkan di Dinas Perikanan? Open Bidding Cuma Prank?
![]() |
Dr. H. Asep Taufik Rohman, M.Si., M.Pd., Salah Satu Kandidat Sekda Kabupaten Kuningan Berdasarkan Hasil Open Bidding |
Setda, KuninganSatu.com - Hingga pertengahan Juni 2025, Kabupaten Kuningan belum juga memiliki Sekretaris Daerah (Sekda) definitif meski proses seleksi terbuka atau open bidding telah selesai sejak Oktober 2024. Tiga nama calon terbaik bahkan sudah diumumkan secara resmi oleh Panitia Seleksi (Pansel), namun hingga kini jabatan strategis tersebut masih kosong.
Yang mengejutkan, salah satu kandidat dengan nilai tinggi dalam seleksi, Dr. H. Asep Taufik Rohman, M.Si., M.Pd., justru dimutasi menjadi Kepala Dinas Perikanan dan Peternakan Kabupaten Kuningan. Mutasi ini tertuang dalam Keputusan Bupati Kuningan Nomor 821.22/KPTS.679-BKPSDM/2025 tentang Alih Tugas dan Pengukuhan Jabatan Pimpinan Tinggi Pratama, yang ditandatangani langsung oleh Bupati Dian Rachmat Yanuar.
Asep Taufik sebelumnya menjabat Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Kabupaten Kuningan, dan meraih skor 84.67 pada hasil akhir seleksi calon Sekda, menjadikannya salah satu dari tiga besar peserta terbaik bersama Guruh Irawan Zulkarnaen (84.65) dan Toni Kusumanto (81.97).
Langkah mutasi ini menimbulkan pertanyaan publik, apakah otomatis nama Asep Taufik dan dua kandidat lainnya dicoret dari bursa calon Sekda? Terlebih, santer beredar kabar bahwa hasil open bidding Sekda Kuningan tahun 2024 tersebut telah dibatalkan secara diam-diam tanpa pengumuman resmi.
Tak hanya berimplikasi pada posisi individu, kondisi ini turut menyisakan persoalan administratif dan keuangan. Sebab, pelaksanaan open bidding bukanlah proses murah. Ada biaya negara yang digunakan untuk tahapan seleksi, pelibatan asesor, hingga penugasan panitia.
“Kalau hasilnya tidak digunakan, lalu bagaimana pertanggungjawaban keuangannya?” ujar Rokhim, salah satu pengamat kebijakan publik di Kuningan, Sabtu (14/6/2025).
Ia menilai perlu ada kejelasan dari pemerintah daerah agar tidak timbul asumsi publik bahwa proses seleksi diduga sarat kepentingan lain.
Situasi ini menjadi potret buram tata kelola manajemen ASN di Kabupaten Kuningan. Ketika meritokrasi digaungkan, namun implementasinya kerap kali tumpul oleh kepentingan politik dan ketidaktegasan dalam pengambilan keputusan.
(red)