Kadinkes Kuningan Klarifikasi Soal Obat Kosong di Puskesmas
0 menit baca
Aruji, KuninganSatu.com - Isu kelangkaan obat di sejumlah puskesmas di Kabupaten Kuningan menjadi perhatian serius publik. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Kuningan, dr. Hj. Susi Lusiyanti, MM., akhirnya angkat bicara dan mengungkapkan penyebab utama dari krisis ini. Menurutnya, tidak turunnya Dana Alokasi Khusus (DAK) non-fisik dari pemerintah pusat selama dua tahun terakhir menjadi faktor dominan.
“Ya, ini lagi saya panggil karena secara teknik kan sudah ada di bidang masing-masing ya sedang dianalisa. Tapi pada intinya bahwa kita juga enggak tahu nih obat-obatan yang disebut puskesmas mana aja,” ujar dr. Susi saat dikonfirmasi, Jum'at (13/6/2025).
Ia menjelaskan bahwa pihaknya masih melakukan pengecekan secara menyeluruh ke seluruh puskesmas. Data resmi ketersediaan obat, lanjutnya, dapat dilihat dari Laporan Pemakaian dan Permintaan Obat (LPLPO) yang dikirim rutin setiap bulan.
“Di LPLPO itu nanti bisa lihat semuanya. Item obat BMKP tercantum, ada sisa berapa, dipakai berapa, kebutuhan berapa. Itu semua ada," jelasnya.
dr. Susi membeberkan bahwa sejak dua tahun terakhir, pengadaan obat di daerah terganggu karena ketidakpastian dana dari pusat. Pada tahun 2024 Kabupaten Kuningan masih menerima DAK, namun pada 2025 dana tersebut tidak turun sama sekali.
“Jadi enggak ada anggaran untuk pembelian obat di tahun ini. Kita sedang mendata obat yang 0 itu dan kita kembalikan ke anggaran BLUD puskesmas untuk pembeliannya,” terangnya.
Namun demikian, ia menegaskan bahwa pembelian obat oleh puskesmas tidak bisa dilakukan sembarangan. Semua pengadaan harus mengikuti mekanisme resmi sesuai peraturan pemerintah tentang pengadaan barang dan jasa.
“Pembeliannya itu tetap tidak boleh beli sendiri, tidak boleh ke apotek. Karena itu namanya pengadaan barang dan jasa,” tegasnya.
Selain itu, ia mengingatkan bahwa pengadaan juga harus mengacu pada formularium nasional (Fornas). Pembelian obat di luar daftar fornas bisa menjadi temuan dalam audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
“Obat yang di luar fornas itu dipertanyakan kenapa dibeli. Padahal enggak boleh secara fornas,” imbuhnya.
Sebagai langkah cepat, dr. Susi mengaku telah menginstruksikan seluruh puskesmas untuk menganggarkan kembali pembelian obat melalui mekanisme yang sah. Ia juga membantah tudingan adanya pengarahan dalam proses pengadaan obat.
“Boro-boro mau ngarahkan, jangankan salah, benar aja kita diperiksa. Yang penting kita mengerjakan sesuatu sesuai akurat. Jangan takut kalau sesuai aturan,” pungkas dr. Susi.
(red)