BREAKING NEWS

Pancasila Sebagai Konsepsi Bernegara Indonesia Raya


Cijoho, KuninganSatu.com - Uha Juhana, Ketua Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) Cabang Kuningan Periode 2003–2006, menegaskan pentingnya Pancasila sebagai konsepsi bernegara Indonesia Raya. Dalam pandangannya, Pancasila tidak bisa dilepaskan dari tiga momentum sejarah penting bangsa Indonesia.


Momentum pertama, kata Uha, adalah pidato Bung Karno dalam Sidang BPUPKI pada 1 Juni 1945 yang mengemukakan gagasan Pancasila sebagai philosofische grondslag Indonesia merdeka. Momentum kedua terjadi pada 22 Juni 1945 ketika Panitia Sembilan menghasilkan Piagam Jakarta. Dalam proses tersebut, sempat muncul perdebatan mengenai rumusan sila pertama.


Setelah melalui dialog dan musyawarah, akhirnya frasa “kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluknya” diubah menjadi “Ketuhanan Yang Maha Esa”. Momentum ketiga, lanjutnya, terjadi pada 18 Agustus 1945 saat Sidang PPKI sehari setelah Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya.


“Pancasila sebagai gagasan memang pertama kali muncul dari pidato Bung Karno tanggal 1 Juni 1945, sehingga tanggal ini ditetapkan sebagai Hari Lahir Pancasila,” ujarnya.


Uha menambahkan, peringatan Hari Lahir Pancasila yang diperingati setiap tanggal 1 Juni penting untuk mengingatkan kembali akan pentingnya visi, ide, dan gagasan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.


Menurutnya, peringatan Hari Lahir Pancasila diresmikan melalui Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 24 Tahun 2016. Hal ini merujuk pada momen bersejarah saat Soekarno menyampaikan pidato dalam sidang BPUPKI yang bertajuk Pancasila dan diterima secara aklamasi.


“Dalam pidato itu, Bung Karno menegaskan bahwa segala sesuatu harus dipimpin oleh ide, menghikmati ide dan melaksanakan ide. Ide inilah yang kemudian dirumuskan menjadi Pancasila,” kata Uha.


Uha mengungkapkan bahwa sebelum disampaikan dalam sidang resmi kenegaraan, konsep Pancasila telah diperkenalkan Bung Karno di lingkup pergerakan, mulai dari Surabaya, Bandung, Ende, hingga Bengkulu. Setelah mendapat sambutan positif dari kalangan pergerakan, konsep ini kemudian ditawarkan sebagai dasar negara dalam forum BPUPKI. Karena itu, menurutnya, tanggal 1 Juni layak disebut sebagai hari lahir Pancasila.


“Pancasila kini menjadi philosofische grondslag atau pandangan hidup bangsa Indonesia. Ini bukan sekadar dasar negara, tapi juga fondasi filosofis bangsa,” ujar Uha.


Ia menyatakan bahwa Bung Karno menyebut Pancasila sebagai weltanschauung, yang berarti dasar pemikiran dan pandangan hidup bangsa. Istilah ini, lanjutnya, merujuk pada filsafat dasar yang menjadi fondasi negara.


Tak hanya di dalam negeri, Bung Karno juga telah memperkenalkan Pancasila kepada dunia. Dalam Sidang Umum PBB pada 30 September 1960, Bung Karno menyampaikan pidato berjudul To Build The World A New. Dalam pidato itu, kata Uha, Bung Karno menyampaikan bahwa Pancasila bukan berasal dari Manifesto Komunis maupun Deklarasi Kemerdekaan Amerika Serikat, melainkan sebagai hogere optrekking, atau peningkatan dari dua ideologi besar tersebut.


“Dari apa yang dilakukan Bung Karno, kita bisa lihat pentingnya seorang pemimpin, politisi, atau negarawan dalam merumuskan dan memiliki ide, gagasan, dan visi dalam bernegara,” jelas Uha.


Ia menilai bahwa saat ini bangsa Indonesia tengah mengalami krisis konsepsi dalam politik. Pragmatisme politik menguasai, sementara konsepsi dan kepentingan rakyat justru dikesampingkan.


Uha mengutip pernyataan Wakil Presiden Pertama RI, Mohammad Hatta, yang menegaskan bahwa pemerintah harus berpijak tegak lurus pada Pancasila sebagai pedoman keselamatan negara dan ketertiban dunia.


Hatta pernah mengingatkan, “Camkanlah bahwa negara Republik Indonesia belum lagi berdasarkan Pancasila apabila pemerintah dan masyarakat belum sanggup menaati UUD 1945, terutama belum dapat melaksanakan Pasal 27 Ayat 2, Pasal 31, Pasal 33, dan Pasal 34.”


“Peringatan Hari Lahir Pancasila ini harus jadi momen untuk mengingatkan para pemimpin bangsa agar mendahulukan kepentingan bangsa di atas segalanya,” tegas Uha.


Ia mengingatkan agar kekuasaan tidak diraih dengan cara-cara yang tidak mencerminkan prinsip demokrasi konstitusional.


Konsepsi, menurut Uha, adalah penuntun utama dalam membangun bangsa.


“Bila ada pemimpin negara mengatakan bahwa ideologi tidak penting, itu pertanda dia pemimpin tanpa arah,” pungkasnya.


Ia menilai Indonesia saat ini membutuhkan pemimpin yang ideologis, yang bisa memberikan arah dan tujuan jelas dalam pembangunan bangsa. “Dan itu telah dilakukan oleh Bung Karno dengan sangat serius,” ujarnya menutup pernyataan dalam rangkaian Bulan Bung Karno, Hari Lahir Pancasila, dan memperingati 124 tahun kelahiran Bapak Proklamator dan Presiden Pertama Republik Indonesia, Paduka Yang Mulia Dr. Ir. Soekarno.


(red)

Berita Terbaru
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
Posting Komentar