BREAKING NEWS

Dua Anggota DPRD Dilaporkan! Publik Tagih Penegakan Etika dan Moral


KuninganSatu.com, - Krisis moral yang mengguncang tubuh DPRD Kabupaten Kuningan bukan lagi sekadar isu internal lembaga legislatif. Kini, tekanan moral dan tuntutan keadilan datang dari berbagai arah baik masyarakat sipil, tokoh agama, hingga kalangan aktivis mahasiswa.


Mulai masuknya laporan ke Badan Kehormatan (BK) DPRD, baik perorangan maupun dari elemen, merupakan tindak lanjut konkret dari audiensi antara FMPK dan Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kabupaten Kuningan yang digelar pada Senin, (2/6/2025) lalu.


Laporan tersebut menyoroti secara khusus dua anggota DPRD berinisial TT dan S, yang diduga kuat melakukan pelanggaran etika berat. Mereka dinilai telah melanggar norma sosial, nilai agama, dan prinsip moralitas publik yang seharusnya dijunjung tinggi oleh seorang wakil rakyat.


Desakan kepada BK untuk menindaklanjuti kasus ini tidak berdiri sendiri. Sejumlah elemen masyarakat telah menyampaikan pernyataan sikap terbuka, menuntut agar proses etik dilakukan secara independen, tanpa tekanan politik, serta berpihak pada integritas dan kepentingan publik.


Secara hukum, anggota DPRD terikat pada kode etik lembaga, selain ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Ketua MUI Kabupaten Kuningan, KH. Dodo Syarif Hidayatullah yang membersamai elemen masyarakat saat audiensi mengingatkan bahwa dugaan pelanggaran etika jika dibiarkan tanpa tindak lanjut, bukan hanya mencederai nama baik institusi, tetapi juga berpotensi meruntuhkan kepercayaan masyarakat terhadap sistem perwakilan.


Badan Kehormatan DPRD memiliki tanggung jawab konstitusional untuk menindak tegas setiap indikasi pelanggaran. Keputusan yang mereka ambil tidak hanya berdampak secara internal, tetapi juga menentukan arah moral politik daerah. Ketika lembaga pengawas internal seperti BK bersikap pasif atau kompromistis, maka sistem pengawasan demokratis berada di ujung tanduk.


Dalam konteks keagamaan, persoalan ini bukan sekadar masalah pelanggaran administratif, melainkan bentuk pengkhianatan terhadap amanah rakyat dan amanah Ilahi. KH. Dodo, menegaskan bahwa sudah saatnya DPRD kembali kepada jati dirinya sebagai wakil rakyat, bukan menjadi beban rakyat.


"Sudah tepat kita datang ke DPRD. DPRD harus memikirkan rakyat, bukan jadi beban pikiran rakyat," ujar KH. Dodo saat diwawancarai pasca audiensi.


Pernyataan beliau merepresentasikan keresahan umat yang selama ini diam, namun tidak buta. Nilai-nilai akhlak dan kejujuran harus kembali menjadi fondasi dalam perilaku para pejabat publik. Jika tidak, maka akan lahir generasi pemimpin yang korup secara moral dan etika.


Aktivis keagamaan, Ade Supriyadi, turut menyuarakan perlunya pengawasan terus-menerus dari umat terhadap para pejabat yang digaji oleh uang rakyat.


"Kita akan kawal persoalan-persoalan pelanggaran etika publik, karena mereka digaji oleh kita, oleh uang rakyat, sehingga kita punya hak untuk mengawasi tindak tanduk para wakil kita," tegas Ade.


Suara paling lantang datang dari kalangan muda. Mahasiswa dan aktivis pemuda mulai menunjukkan taring moralnya. AA Fauzi, seorang aktivis mahasiswa Sekolah Tinggi Agama Islam Kuningan (STAIKU) yang hadir dalam audiensi, menyampaikan kekecewaannya terhadap perilaku sebagian wakil rakyat yang dinilainya tidak layak menjadi teladan.


"Sebagai generasi muda, kita ini belajar kehidupan dari para wakil rakyat. Jangan biarkan wakil kita memberi kita contoh dengan tindakan-tindakan yang justru melanggar norma agama dan sosial," ungkap Fauzi mengingatkan.


Pernyataan ini menyiratkan bahwa apa yang terjadi hari ini di DPRD bukan hanya persoalan hari ini, tapi juga soal masa depan. Senada dengan Ketua MUI, Fauzi secara kritis mengungkapkan, apa yang dicontohkan para wakil rakyat akan menjadi acuan moral bagi generasi berikutnya. Maka, pembiaran terhadap pelanggaran etika adalah pembiaran terhadap pembusukan moral bangsa secara perlahan.


Krisis etika di DPRD Kuningan adalah cerminan dari lemahnya kesadaran akan amanah publik. Namun, tanggapan cepat dari elemen masyarakat, tokoh agama, dan mahasiswa membuktikan bahwa nurani publik masih hidup dan tidak bisa dibungkam.


Kini, tanggung jawab ada di tangan Badan Kehormatan DPRD. Apakah mereka akan bertindak sesuai nurani hukum dan moral? Atau justru terjebak dalam kompromi politik? Sejarah akan mencatat dan publik akan terus mengawal.


(red)

Berita Terbaru
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
Posting Komentar